Asal Usul dan Filosofi Pempek


Terlepas dari statusnya yang hampir setiap hari dikonsumsi oleh orang berdarah Palembang, tak banyak masyarakat Palembang yang mengetahui asal usul nama pempek. Pempek makanan khas Palembang yang komposisi utamanya terdiri dari ikan dan tepung terigu awalnya disebut dengan Kelesan. Mengutip dari KompasTravel pada Rabu (13/2/2019) dari KMS H Andi Syarifuddin selaku pemerhati sejarah Palembang menjelaskan “Pada masa Kesultanan Palembang, pempek disebut dengan Kelesan. Kelesan adalah panganan adat di dalam Rumah Limas yang mengandung sifat dan kegunaan tertentu. Dinamakan Kelesan karena makanan ini dikeles atau tahan disimpan lama”.

Lalu bagaimana bisa Kelesan menjadi Pempek? Kelesan dijual secara komersial pada zaman kolonial Belanda. Pada saat itu, banyak sekali orang Melayu Tionghoa atau orang Cina di Indonesia. Karena kepiawaian warga Tionghoa dalam berdagang, Kelesan yang dibuat oleh orang asli Palembang dititipkan kepada warga Tionghoa untuk dijajakan. Agmasari (2017) lewat tulisannya dalam travel Kompas menuliskan bahwa “Empek adalah sebutan bagi orang China yang menjajakan kelesan. Para pembeli yang biasa membeli kelesan, dan rata-rata anak muda. sering memanggil penjual kelesan dengan kalimat, ‘Pek, empek, mampir sini!‘.” Akhirnya sebutan atau nama Pempek lebih populer dari Kelesan yang bertahan hingga saat ini.


Pempek selalu dipasangkan dengan kuahnya yang disebut dengan cuko atau cuka. Bila makan pempek tanpa cuka tak akan lengkap rasanya, sama seperti Anda makan bakso tanpa kuah (mungkin). Pempek dan cuka tak terpisahkan, sebagian orang berpendapat bahwa pempek yang enak dapat dinilai dari kualitas atau keenakan cukanya. Jika cukanya tidak pas atau tidak sedap di lidah, pempek pun tak jarang dicap tidak enak. Jadi hubungan antara pempek dan cuka sangatlah erat kawan.


Lantas bagaimana dengan filosofi pempek? Dalam tulisan ini saya akan menjelaskan filosofi pempek (dan cuka) menurut versi dan pemahaman atau sudut pandang saya pribadi.


Ketika membuat pempek Anda akan membutuhkan ikan dan tepung terigu sebagai komposisi utamanya. Kemudian dilengkapi dengan telur dan garam sebagai pelengkapnya. Semua komposisi tersebut kemudian dicampur dan diaduk menjadi satu, dipersatukan dengan air panas secukupnya.

Filosofi pertama, Anda membutuhkan orang/zat atau apapun diluar diri Anda untuk merekatkan dan menyatukan. Fungsinya sama seperti telur, garam dan air untuk mencampurkan atau menyatupadukan adonan pempek. Setelah menjadi adonan, tak lantas langsung menjadi pempek. Orang atau zat lain berperan dalam kehidupan Anda, karena hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain.

Langkah selanjutnya adonan tadi harus diaduk hingga rata atau hingga bisa dipulung. Mungkin bagi sudut pandang seorang food scientist proses pengadukan atau food mixing memegang peranan penting, karena dari proses tersebutlah tekstur atau hasil atau final product ditentukan. Coba ingat, pernahkah Anda misalnya memakan bakso yang kuahnya keasinan atau baksonya terlalu berserat (ini terjadi karena campuran jumlah/kadar garam, daging yang tidak sesuai). Proses pengadukan biasanya dilakukan dengan menggunakan alat bantu yang cukup keras seperti mixer untuk membantu proses pencampuran.

Filosofi kedua, meskipun semua komposisi atau bahan-bahan yang dibutuhkan sudah kita miliki, tidaklah otomatis kehidupan kita menjadi sesuai dengan yang kita inginkan. Ia memerlukan alat lain yang lebih keras untuk mencampurnya menjadi adonan yang pas. Kita membutuhkan “alat keras” atau tantangan-tantangan dalam kehidupan sehingga pada akhirnya adonan yang kita dapat akan pas dalam kehidupan. Misalnya, kita akan sangat senang sekali saat mampu presentasi dengan baik dan all out setelah latihan berulang-ulang kali dengan masukan-masukan pedas yang tidak sedikit atau Anda akan mendapatkan otot lengan yang bagus setelah berulang kali melakukan push-up.

Setelah adonan siap, Anda dapat merebus atau menggoreng pempek sebelum bisa menyantapnya bukan. Baik direbus ataupun digoreng, untuk merebus atau menggoreng Anda membutuhkan suhu yang tidak dengan waktu yang sesuai sehingga adonan pempek Anda dapat matang sempurna.

Filosofi ketiga, saat Anda sudah kuat pun atau sudah mendapatkan apa yang Anda inginkan. Tidaklah berakhir di sana, karena kesenangan itu tidak berhenti di sana. Handphone baru dan otot yang bagus bukanlah produk utamanya. Bagaimana tidak, bayangkan jika Anda memiliki handphone baru yang diidamkan namun Anda tidak mampu mengoperasikannya atau jika Anda memiliki otot lengan yang bagus namun tugas Anda di suatu pekerjaan, misalnya adalah juru tulis. Apakah handphone baru dan otot yang bagus memberikan manfaat yang maksimal? Tentu tidak. Anda harus dimatangkan terlebih dahulu melalui tantangan-tantangan lain yang lebih sulit, dengan suhu yang lebih tinggi. Anda harus mempelajari fungsi-fungsi tombol atau program yang ada pada Handphone baru untuk bisa mengoperasikannya secara maksimal.

Anggaplah Anda sudah merebus atau menggoreng adonan dengan komposisi yang tepat dengan suhu yang sesuai. Pempek Anda sudah menjadi makanan yang sedap dan akan memuaskan nafsu makan. Akan tetapi, pada paragraf ketiga saya menuliskan bahwa, Pempek selalu dipasangkan dengan kuahnya atau Cuka. Bahkan sebagian orang menilai, pempek tak sedap jika cuka nya tidak enak.

Filosofi keempat, manusia sebagai makhluk individu juga makhluk sosial, membutuhkan orang lain sebagai pelengkap hidupnya. Dalam hal ini mungkin dapat dikaitkan dengan pasangan hidup, lihatlah orang tua kita, tidak akan hadir ke dunia ini jika tidak ada Ayah dan Ibu kita. Ingat, pasangan adalah cerminan dari diri kita sendiri, banyak orang bilang “orang baik akan mendapatkan orang baik pula dan sebaliknya“. Pempek tak akan sedap tanpa Cuka yang pas, sebaliknya Cuka tak akan enak jika hanya dinikmati tunggal sebagai Cuka saja.

Semoga kita semua dapat menjadikan apapun dalam kehidupan kita sebagai pelajaran bahkan dari makanan dan hal-hal yang sering dianggap “receh” sekalipun 🙂

Sekayu, 30 Mei 2020, terpikirkan saat berbuka puasa dengan pempek dan cukanya yang sama enaknya. Alhamdulillah.


Leave a Reply