Generasi yang sudah melek teknologi dan cukup akrab dengan perkembangannya, menjadikan saya sangat peka terhadap kemajuan dan kecepatan dalam mengakses segala informasi. Hal ini tercermin dalam setiap penggunaan gadget ataupun program terbaru terkait dengan minat yang saya miliki, terutama untuk handhone dan laptop. Penggunaan handphone sudah saya ikuti perkembangannya semenjak kelas 1 SMA, dimana kala itu handphone flip darinya Motorola menjadi idola dan banyak sekali pemakainya. Kemudian berkembang dengan handphone berbentuk “daun” alias Nokia 7610, menyusul tipe sliding Nokia dan juga berkembang hingga penggunaan android. Akan tetapi, kala setiap orang menggunakan Android sayapun mulai tidak menyukai handphone sejuta umat, yang banyak pemakainya. Hingga beralihlah saya dengan produk Apple, penggunaan iphone 3gs, adalah Iphone pertama yang saya punya. Lalu pengguna iphone pun mulai menggeliat, beralihlah lagi saya ke handphone Nokia terbaru yang saya bela-belain beli di Jepang, Nokia Lumia 930.
Penggunaan Nokia cukup bertahan lama, yakni mulai dari Mei 2015 hingga Agustus 2016. Setahunan lebih,,, handphone ini ternyata mulai agak lemot untuk saya pakai. Beberapa kali handphone ini loading lama ketika saya membutuhkannya dalam kecepatan instan. Alhasil, teknologi yang lambat membuat saya kembali lagi ke produk Apple, kali ini sayapun mengganti handphone saya dengan Iphone SE, yang sedikit peminatnya dan tidak banyak orang membelinya. Handphone ini saya gunakan sampai sekarang. Kecepatannya membuat saya bertahan.
Lain halnya dengan laptop, semenjak saya mendapatkan laptop pertama pada tahun 2009. Saya tetap bertahan dan puas dengan kinerjanya. Laptop yang saya dapatkan adalah bagian dari hadiah dari orang tua ketika saya memenangkan lomba karya tulis nasional dengan gelar honorable mention dalam kegiatan Indonesian Science Project Olympiad pertama yang di adakan di Jakarta. Alhamdulillah laptop yang saya dapatkan adalah Sony Vaio yang kala itu menurut saya cukup sangat cepat dan canggih di kalangannya. Tidak banyak yang menggunakan laptop ini, sayapun merasa beruntung. Tak jarang saya mengerjakan segala sesuatu lebih cepat berkat laptop yang saya miliki berkualitas bagus dan kinerja baik. Tak berpindah kelain hati untuk mendapatkan laptop lainnya, laptop yang saya miliki semenjak 2009 bertahan dan terus saya gunakan hingga 2015. Iyap, 6 tahun dan laptop saya performanya tak pernah mengecewakan.
Namun, pada tahun 2015 semenjak saya menjalani studi strata dua, laptop saya saya miliki tidak cukup mumpuni dengan beberapa program yang saya dapatkan selama perkuliahan. Alhasil, ketika itu saya memutuskan dengan tabungan uang beasiswa yang saya punya untuk membeli laptop kedua saya dengan tipe memory, ram dan juga processor yang sesuai, yakni lenovo thinkpad. Perlu dijadikan catatan, laptop ini hanya memerlukan waktu kurang dari 10 detik untuk booting process. Dimanjakan dengan teknologi yang cepat dan mumpuni, sayapun menjadi terbiasa bekerja dengan teknologi yang cepat. Ketika sesuatu menjadi agak lambat atau normal bagi pengguna lainnya, saya mudah sekali gelisah dan khawatir dengan laptop yang saya gunakan. Tapi entah secanggih dan secepat apapun laptop kedua saya, laptop pertama selalu saya bawa kemana-mana khususnya jika saya melakukan perjalanan lebih dari 3 hari. Kebayang membawa dua laptop dalam satu backpack dilengkapi dengan dua charger dan buku catatan, beratnya tas yang saya bawa.
Memasuki tahun 2018, sayapun mulai bekerja dan mendapatkan laptop kantor. Nah, disinilah ujian sebenarnya dimulai :D. Dimana process dan kinerja laptop yang saya dapatkan memang tidak secepat laptop saya sendiri. Hingga puncaknya, laptopnya sering freeze dan tidak mau menyala, alias RIP. Disaat yang bersamaan, laptop thinkpad saya yang biasa saya gunakan 3 tahun terakhirpun mengalami error, pagi ini ketika saya sedang asyik membaca email dan mengecek satu persatu dokumen-dokumen yang siap untuk saya kerjakan, layar gelap pun tampil hitam pekat sempurna.
Taraaaaa,,,, laptop sayapun memberikan notifikasi bahwa kipas angin nya error, alias laptopnya menjadi overheated, sehingga tidak bisa menyala. Nah, hal ini mulai membuat saya pusing dan bertanya-tanya, ada apakah dengan laptop saya? Mencoba tenang segera saya gooling tempat service laptop setempat yang terpercaya, langsung ambil tindakan segera cek ke beberapa toko elektronik atau tempat service laptop. Namun, apa hendak dikata, belum saya menunjukkan masalah laptop saya apa, kebanyakan dari tempat service yang saya samperin bilang “seng bisa” alias tidak bisa. Sayapun bertanya-tanya dan heran, apakah cara saya bertanya salah ataukah pertanyaan saya tidak mereka mengerti? Ketika pertanyaan ini saya obrolkan dengan beberapa kolega di kantor, ternyata muncul satu statement baru yang cukup mengejutkan “orang XX malas sehingga dia tidak mau cari tahu masalahnya dan jika tidak ada sparepart nya langsung dibilang tidak bisa“. Tentu kalimat ini sontak membuat saya refleksi terhadap beberapa hal yang saya temui sebulanan ini. Entahlah,,,
Intinya, laptop yang biasanya saya gunakan dengan kecepatan tinggi, sedang error. Sayapun mencoba mencari bala bantuan dari kawan SMA semoga bisa diperbaiki sebulan ke depan. Aaamiin. Untungnya, laptop pertama Sony Vaoi (2009) masih berpihak kepada saya untuk saya gunakan. Kejadian ini mengajarkan saya, bahwasanya teknologi yang cepat memang diperlukan dan sangat-sangat baik untuk menunjang sesuatu untuk dikerjakan secara optimal. Akan tetapi, slow down a little bit is needed. Benar, hal ini diperlukan… tidak semuanya harus dilaksanakan dengan cepat. Kadang keterlambatan mengajarkan kita untuk bersabar dan memetik pengalaman yang berharga untuk kita bawa pulang sebagai catatan.
Ambon, 21 Juni 2018, 22.34.
Curhatan bolang (bocah ilang) ketika berefleksi saat laptopnya rusak 🙂
Catatan ini ditulis dengan menggunakan Sony Vaio (2009)