No judgement sebenarnya buat anak-anak Indonesia yang masih menikmati masa mudanya jika pindah ke negara Eropa atau pun Amerika, Australia, dan lain-lainnya yang terkenal dengan party addict akan ikut terpengaruh juga. Seharusnya memang dan sebaiknya kita menghindari yang namanya party. Akan tetapi, itu kembali ke individu masing-masing juga, tidak hanya bersekolah atau menetap diluar negeri yang bisa membuat gaya hidup yang berbeda terutama “party” namun juga di Indonesia pun ketika anak-anak Sekolah Menengah Atas memasuki masa perkuliahan banyak juga yang mengalami shock culture dikarenakan tingginya tingkat kebebasan yang bisa mereka dapatkan.
Well, terlepas dari itu semua dalam masa perkenalan kampus a.k.a ospek banyak pengalaman yang bisa kita ambil pelajaran. Pelaksanakan Annual Introduction Days (AID) seperti yang saya jalani di Wageningen University saya mengikuti serangkaian acara. Pertama kalinya dalam hidup saya, saya memutuskan untuk mengikuti “party” yang akrab dengan beer dan musik yang memekakkan telinga. Patut dicatat, ini bukan merupakan suatu kesenangan atau mencoba menjadi internasional yang saya temukan ada beberapa hal yang menarik.
Saya tidak bisa membedakan apakah mereka menikmati party atau bahkan mereka menghindari kenyataan hidup. Kenapa??? Disatu sisi mereka berlompat-lompat ria dengan alunan nada yang berdegub-degub dengan tangan kanan memegang secangkir beer dan tangan kiri menunjuk-nunjuk bebas tidak jelas. Disisi lain, mereka sepertinya jika ingin berkumpul bersama untuk sekedar mengobrol harus bermodalkan beer dan makanan atau chips lainnya. Otherwise, mereka tidak mempunyai rekan untuk hanya sekedar mengobrol. Selain itu bahan yang mereka obrolkan adalah tentang party dan jenis minuman apa.
Tuesday, 18 August 2015 salah satu acara AID adalah Beer Cantus.
Acara ini dimulai pukul 17.00 dan selesai pukul 18.00. Walaupun satu jam, namun waktu terasa begitu panjang bagi saya. Saya tidak menutupi diri untuk mengikuti kegiatan ini. Namun jangan beranggapan bahwa saya akan berpesta-pesta dan ikut menenggak beer seperti yang mereka lakukan. Segelas air mineral cukup membuat saya untuk menolak untuk meminum beer. “Beer cantus” diadakan didalam tenda yang telah disetting sedemikian rupa sehingga setiap orang akan mendapatkan tempat duduk dan meja yang telah memiliki dua buah gelas, satu untuk beer dan satu untuk air putih dan juga buku lagu.
Buku lagu tersebut berisikan beberapa lirik lagu untuk kemudian dinyanyikan bersama. Bagi siapapun yang tidak mengikuti peraturan yang diatur oleh panitia, maka peserta akan mendapatkan semprotan air. Semua orang berjingkrak, dalam hati saya kecil saya, saya bersyukur berkali-kali bersyukur telah dilahirkan, dirawat dan dibesarkan dalam keadaan keluarga Islam dan di Indonesia. Saya tidak begitu tahu bagaimana keadaaan Islam di negara lainnya. Overall, terlepas dari itu semua “Beer cantus was amazing” untuk game air nya yang saya sukai.
Satu hal yang saya yakini (belum tahu kebenarannya, mungkin pembaca dapat memberikan saya referensi) bahwa saya mengikuti kegiatan ini untuk mengetahui apa yang mereka pikirkan, rasakan, dan melihat betapa mungkin jaman jahiliah dulu pernah ada sekarang juga tetap ada. Saya tidak memberikan judgement or blame jika itu salah dan ini benar. But, somehow,,,, that’s reality.