Berbagi pembelajaran dalam kegagalan


“Wah… enak ya jadi Agustin…”, “Wah…seru ya bisa mendapatkan beasiswa dan keluar negeri…”, “Wah…kamu pasti lulus tes apapun deh kayaknya…”, “Wah…sukses Agustin, salut dengan pilihannya untuk daftar sekolah lagi…”. Beberapa cuplikan percakapan yang jika saya meminta doa dan ataupun feedback terhadap aplikasi yang akan saya submit dalam event tertentu. Satu sisi, saya senang dengan tanggapan positif dan doa dari Anda semuanya, namun disisi lain tak jarang kalimat-kalimat tersebut membuat saya nervous dan berimplikasi kepada rasa “takut”. Hanya, dalam kesempatan kali ini saya ingin berbagi tentang pengalaman saya gagal dalam mengikuti seleksi beasiswa dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui skema Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Saya ingat betul pada pertengahan tahun 2012, saat dimana saya masih semester 4 mahasiswa strata satu Universitas Brawijaya, ketika saya sibuk mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba mahasiswa berpresetasi di FPIK. Dosen panitia penguji kala itu menyampaikan kepada saya, “Agustin, persiapkan dirimu untuk mendaftar beasiswa LPDP, untuk lanjut pendidikan strata dua”. Waktu itu sayapun masih agak bingung dengan pesan yang beliau sampaikan, mengingat LPDP belum begitu booming dan familiar bagi beasiswa hunter seperti sekarang ini, lagipula saya berpikir saya masih semester empat, mengerjakan kerja lapang pun belum. Masih jauh dari namanya untuk mendaftar beasiswa strata dua, pikir saya dalam hati. Namun, sayapun tersenyum dan menjawab saran beliau, “terima kasih sarannya Bu, insyaALLAH akan saya siapkan Bu”.

Uniknya, setelah saya menjalani semester demi semester hingga semester 7 akhir, nyali saya menjadi ciut, melihat persyaratan yang diajukan oleh pemberi beasiswa LPDP. Keyakinan saya mungkin tidak lebih dari sepuluh persen saja. Ketakutan terbesar saya untuk mendaftar adalah karena uang yang akan saya gunakan jika saya lolos beasiswa tersebut berasal dari setiap tetesan keringat masyarakat Indonesia yang membayar pajak. Amanahnya pun menurut saya harus mampu diemban dan dilaksanakan dengan sepenuh hati. Alhasil, dari pemikiran tersebut saya tidak berani mendaftarkan diri (meskipun saya tahu kemungkinan lolos dan tidak yakni fifty-fifty). Waktu yang saya gunakan untuk berpikirpun tergolong cukup lama, tidak singkat, terhitung dua ribu seratus sembilan puluh hari (2.190) hari hingga saya temukan keberanian untuk mendaftar.

21 September 2018, hari terakhir pendaftaran untuk beasiswa luar negeri LPDP. Sebulan satu minggu yang lalu, sayapun berjibaku mengunggah dokumen-dokumen yang dipersyaratkan LPDP untuk mengikuti seleksi administrasi. Mulai dari data diri, persyaratan tes kesehatan, surat pernyataan diri, hingga proposal penelitian (saya mendaftar untuk beasiswa doktor sehingga wajib melampirkan proposal). Paling deg-degan adalah ketika saya lupa satu dokumen penting yakni surat ijin atas, yang totally terlupakan oleh saya. Alhasil sore itu terjadilah sedikit drama wisata… hahaha.

Singkatnya, alhamdulillah sayapun bisa submit semua keperluan dokumen yang dipersyaratkan LPDP untuk diunggah. Tanggal 3 Oktober 2018, sayapun mendapatkan sms pemberitahuan dari LPDP bahwasanya pengumuman seleksi administrasi sudah tersedia. Menyegerakan diri untuk membuat website LPDP namun tidak bisa (mungkin karena setiap pelamar juga membuka website yang sama, traffic), jadilah malam harinya baru saya membuka kembali aplikasi akun online saya dan alhamdulillah bisa lolos seleksi administrasi. Jika kawan-kawan lulus seleksi administrasi, maka yang akan tampil pada akun kawan-kawan di menu status adalah seperti gambar di bawah ini: 


Mengejutkannya, keesokan harinya (4 Oktober 2018) saya menerima email berupa undangan untuk tes tahap dua yakni tes seleksi berbasis komputer (SBK). SBK terdiri dari tiga komponen penting yakni tes potensi akademik, soft kompetensi dan esai. Pengumuman untuk test SBK juga ditampilkan di website LPDP. Kurang beruntungnya, pada 4 Oktober 2018 saya sedang bertugas ke pulau yang terbilang miskin signal (hingga untuk belajar online dan mempersiapkan diripun menjadi sangat terbatas). Ditambah lagi baru kembali ke kota Ambon pada 6 Oktober 2018 malam hari sedangkan tes SBK nya (lokasi Ambon) pada 8 Oktober 2018.

Dapat dibayangkan bagaimana kalang kabutnya saya yang tidak belajar dengan optimal dan hanya memiliki waktu satu hari untuk persiapan tes SBK. Tentu waktu yang sangat tidak cukup mengingat tes SBK terdiri dari tiga komponen yang menurut saya pribadi tidaklah mudah. Berdoa yang cukup serta persiapan seadanya, tanggal 8 Oktober 2018 saya mengikuti tes SBK di Ambon. Well, dapat ditebak setelah tes TPA selesai skor bisa langsung dilihat dan skor yang saya dapatkan memang tidaklah cukup untuk lolos seleksi. Walaupun dari pihak LPDP tidak mengeluarkan standar skor minimal atau passing grade, akan tetapi isu yang beredar di group beasiswa hunter pun membuat saya menjadi pesimis.

LIFE MUST GO ON… Selesainya tes SBK, sayapun menjalankan tugas seperti biasanya, mengerjakan yang dapat saya kerjakan dan menyiapkan untuk tugas lainnya. Hingga pada 25 Oktober 2018 saat pengumuman SBK sayapun menyiapkan diri untuk menerima kemungkinan terburuk yakni tidak lolos. Benar saja, begitu saya membuka akun online aplikasi beasiswa LPDP yang tertera yakni “Mohon maaf Anda tidak lolos online assessment” (Gambar dibawah). 


Wuft…. wow…. ada perasaan legah dan juga kecewa sebenarnya. Legah karena sayapun merasa, saya mungkin memang belum pantas lolos karena persiapan saya yang kurang. Kecewa, karena itu artinya sayapun harus menunda untuk sekolah lagi setahun ke depan 🙁


Namun saya yakin, selalu ada pembelajaran dari setiap kejadian apapun yang terjadi pada setiap individu di dunia ini. Bagi kawan-kawan beasiswa hunter berikut ada tiga tips pembelajaran yang saya petik dalam kegagalan saya mengikuti lolos seleksi beasiswa LPDP:

  1. Lakukan persiapan dengan sebaik-baiknya, jauh hari sebelum Anda tahu akan dilakukan seleksi atau tes apapun dalam setiap tahapan, persiapkan diri Anda semaksimal mungkin. Kita tidak pernah tahu, bahwasanya kapan tes akan dilaksanakan (meskipun LPDP memberikan rentan waktu tertentu), persiapkan peluru Anda sebanyak mungkin dan mempersiapkan diri Anda untuk menjadi peserta dengan tes jadwal yang paling dekat.
  2. Bertanya dan bergabunglah dalam beberapa grup atau forum beasiswa hunter. Bergabungnya Anda dalam kelompok tersebut membuat Anda banyak belajar, karena banyak beasiswa hunter lainnya yang senang berbagi pengalaman dan pembelajaran yang mereka dapatkan, sehingga Anda akan mendapatkan banyak benefit dengan bergabung, tentunya Anda juga bisa berkontribusi jika Anda mendapatkan informasi terbaru.
  3. Persiapkan diri Anda untuk hasil yang terburuk dan berharapkan untuk hasil yang terbaik. Ini memang terdengar seperti klise sekali dan mudah untuk dituliskan ataupun dikatakan, walau pada kenyataannya memang sulit untuk diimplementasikan. Baiklah, kawan, percaya dan yakinlah bahwa Tuhan tahu waktu yang paling tepat, kapan, dimana, dengan siapa, melalui apa, Anda akan berangkat untuk bersekolah dan mendapatkan beasiswa. Berlarut-larut dalam kegagalan tidak akan memperbaiki kehidupan dan kualitas waktu Anda kedepannya. Waktu tidak pernah berhenti, Anda harus bisa menyeimbanginya.

Sekian mungkin pembelajaran kegagalan yang bisa saya bagikan kepada Anda pembaca setia. Bagi kawan-kawan yang telah lolos seleksi SBK, selamat berjuang, semoga mendapatkan yang terbaik. Aaamiin… 🙂


Bagi kawan-kawan yang sering kali mengucapkan kata “wah..” atau “enak ya jadi Agustin…”, ketahuilah saya juga manusia biasa yang memiliki banyak kegagalan dalam setiap penilaian “wah” yang kawan-kawan berikan :). Hatur nuhun pokoknya mah 🙂

Leave a Reply