Catatan ini memang terkesan terlambat jika diberikan judul catatan awal tahun. Namun tak mengapa, bulan Februari juga masih baru berjalan dihari ke enam. Awal tahun saya habiskan dengan menikmati indahnya pulau Sumba, pulau yang terletak di Nusa Tenggara Timur. Pulau dengan luas lebih dari 11.000 kilometer persegi dan berpenduduk sekitar 755 ribu. Secara administratif Pulau Sumba terdiri dari Sumba barat daya, Sumba barat, Sumba tengah dan Sumba timur. Alhamdulillah dari keempat wilayah tersebut sempat saya jelahi satu persatu walaupun memang terbilang terbatas di beberapa lokasi saja. Akan tetapi, cerita tentang Sumba tidak akan saya ulas panjang lebar dalam catatan ini, karena ada hal lain yang akan saya ceritakan sebagai catatan awal tahun.
Pertanyaan-pertanyaan tentang kerja dimana atau mau apply sekolah lagi atau rencana setelah ini mau ngapain memang membuat saya kadang sedikit frustasi. Artian rada bingung juga menjawabnya, sehingga yang saya lontarkan adalah “ambil liburan dulu :)” (tips bagi kawan-kawan agar pertanyaan gak berlanjut). Positifnya semua pertanyaan-pertanyaan tersebut memacu saya untuk segera juga memastikan saya akan bekerja atau sekolah dimana dan akan berposisi sebagai apa, student kah, worker kah atau scholarhsip hunter kah. Agak sulit memang menentukannya, mengingat banyak sekali pendapat yang menyarankan saya untuk kerja terlebih dahulu sebelum melanjutkan pendidikan.
Menjadi catatan penting bagi saya pribadi, alhamdulillah setelah saya menyelesaikan S2 dan ditengah kebingungan (dibulan November), ada tawaran untuk melanjutkan pendidikan S3 langsung dan sangat menarik sekali. Namun, setelah berkonsultasi dan berbicara dengan orang tua memang sepertinya tendensi beliau menyarankan saya untuk kerja terlebih dahulu (mungkin masih kepikiran kali, anaknya belum kerja). Saya sangat menyukai topik S3 yang ditawarkan akan tetapi saran beliau harus saya pertimbangan dengan seksama.
Puji syukur setelah saya putuskan untuk bekerja, beberapa kolega saya mengabarkan terkait informasi-informasi lowongan pekerjaan yang mungkin sesuai dengan minat dan kemampuan. Dosen saya ketika sarjana satu pun giat memberikan informasi kepada saya (terima kasih Bu, Pak). Benar-benar tak saya sangka-sangka ternyata pintu informasi untuk bekerja memang terbuka lebar untuk saya (dalam hati mungkin ini restunya orang tua, sehingga dipermudah untuk memperoleh informasinya). Walaupun demikian, saya tidak langsung mendaftar meskipun beberapa lowongan sesuai sekali dengan apa yang saya maui. Menjadi tipekal orang yang suka kepastian, saya memastikan diri saya sendiri terlebih dahulu jika saya mendaftar saya “harus diterima“. Hal ini membuat saya menjadi lebih tertekan, karena tak sedikit orang-orang berkomentar misalnya “udah coba aja dulu kerja apa aja, kerjaan pertama memang jarang banget yang sesuai“, ada juga yang ngomong “kalau kamu gak melamar pekerjaan, ya kamu gak akan dapat kerjaan“. Sekali lagi, saya meyakinkan diri saya, “menunggu sesuatu yang tepat lebih baik daripada mengambil sesuatu dan membuangnya sesaat kemudian”. Prinsip saya tegas, saya tidak akan melamar suatu pekerjaan jika saya tidak yakin bahwa saya akan bisa sukses dalam melakukan usaha terbaik untuk diterima.
Alhasil, beberapa hari telah berlalu hingga berminggu-minggu. Saya memastikan dan memberanikan diri untuk mendaftarkan diri kepada salah satu NGO internasional yang berkantor di UK. Sebelumnya, sayapun sempat melakukan kontak langsung baik melalui email kantor juga email ke manager nya. Saya pastikan bahwa motivation letter dan CV yang saya punya telah disiapkan dengan sebaik mungkin. Hingga saya mengirimkan aplikasi dan rasanya legah kala itu, karena telah memberanikan diri untuk mengirimkan aplikasi. Walaupun memang saya juga merasa sangat takut untuk menerima email balasan jika ditolak. Beberapa hari berselang, saya pun memberanikan diri lagi untuk mengirimkan kembali surat lamaran kepada salah satu NGO konservasi yang berkantor di Raja Ampat. Well, mungkin dalam bayangan saya jika diterima siapa yang akan menolak.
Berminggu-minggu berlalu, hampir sebulan, tak ada kabar dari kedua aplikasi yang saya kirimkan. Hingga bips,,,bips,, dua kali pesan masuk melalui media whatsapp saya, pesan dari supervisor saya pada saat mengikuti monitoring terumbu karang di Raja Ampat. Beliau menanyakan bagaimana kabar saya dan apakah saya sudah memiliki pekerjaan. Saya menjawab, hingga saat ini masih menunggu dari kedua aplikasi yang saya kirimkan. Beliau memberikan saya sedikit penjelasan tentang pekerjaan dan menyebutkan jika tertarik bisa mengirimkan email kepada XX. Sayapun akhirnya memutuskan, okay mungkin ini bisa menjadi peluru terakhir yang bisa saya tembakan sebelum mendengarkan kabar dari kedua aplikasi lain yang sudah saya kirimkan.
Siang itu, saya mengirimkan email dan memperkenalkan diri kepada XX. Tak lama berselang, sekitar 30an menit, email saya dibalas juga dengan keterangan Term of References pekerjaan yang ada. Tak langsung saya respon kembali email tersebut namun TOR nya saya baca dengan seksama. Memerhatikan apa isinya dan apa kriteria yang saya miliki, menanyakan kepada diri saya sendiri, apakah kualifikasi yang sama punya sesuai dengan permintaan. Setelah saya telusuri makna dalam setiap kalimatnya, saya merasa yes, maybe this is it! Kali ini saya tidak memikirkan akankah saya diterima ataupun ditolak.
Ternyata benar, mungkin memang sudah terencana dengan baik dari Sang Maha Merencanakan. Prosesnya tergolong cepat dan sayapun mendapatkan informasi bahwa saya lolos seleksi administrasi dan minggu depan bersiap-siap untuk interview. Hupsss 🙂 ,,, siapa yang sangka, setelah melalui proses interview, saya mendapatkan feedback positive yang menguatkan keyakinan saya, semoga inilah memang jawabannya. Berselang semingguan saya menyatakan untuk menerima pekerjaan tersebut. Proses yang sangat cepat menurut saya. Dua aplikasi yang saya kirimkan sebelumnyapun mengirimkan jawabannya. Alhamdulillah, ternyata dikeduanya pun saya diterima. Tidak bermaksud melebih-lebihkan ataupun bagaimana, namun email tersebut menyakinkan saya bahwa memang menunggu untuk mempersiapkan yang lebih baik, lebih baik daripada mengirimkan semua aplikasi ke banyak tempat dengan kesiapan minimal. Setelah membaca berbagai sumber dan konsultasi kepada beberapa sumber yang terpercaya, sayapun menuliskan surat penolakan.
Nah, disini juga terjadi pergolakan awal tahun. Surat penolakan, iya benar, memilih memang tidaklah mudah dan mengirimkan surat penolakan. Akan tetapi, saya harus memilih dan saya pun tidak ingin aplikasi yang telah saya kirimkan menyisakan nama yang tidak baik jika saya tidak berkabar terhadap notifikasi penerimaan tersebut. Alhasil, berbekal informasi dari Pak Made Andi dalam websitenya beliau, saya menuliskan selembar surat penolakan yang kemudian saya kirimkan kepada dua organisasi (yang sebelumnya saya lamar). Positifnya, email penolakan itu pun direspon oleh kedua organisasi tersebut yang menyatakan ucapan selamat dan mungkin jika ke depan ingin bergabung diminta untuk mengontak kembali. What a relief!
Awal tahun sayapun saya pastikan, saya akan bekerja. Semoga bisa memberikan yang terbaik dan belajar lebih banyak lagi serta bermanfaat untuk semuanya. Aaamiin.