Sebanyak kurang lebih 2 juta siswa SMA yang mengikuti ujian akhir nasional (UN) mengimpikan untuk meraih pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Angka tersebut bukanlah angka yang kecil melihat perbandingan jumlah atau kuota untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hanya 160.000. Hal ini tentunya menjadi seperti 1:13 bagi mahasiswa untuk mendapatkan bangku PTN.
Saya akan menceritakan sedikit pengalaman saya mengenai perjalanan dalam memasuki pendidikan di PTN. Saya bersekolah di sebuah kota (desa) kecil yang terletak di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, SMA Negeri 2 Sekayu. Jumlah siswa siswi setiap angkatan tidak boleh melebihi angka 120 sehingga jika dibagi perkelas jumlah perkelas maksimal hanya 30 orang. Waktu itu, saya dan kawan-kawan berhasil duduk di kelas XII (kelas 3 SMA) dengan jumlah 113 siswa dan 27 orang di kelas saya.
Jumlah siswa yang sedikit membuat kami sebagai siswa secara otomatis akan mendapatkan kuota yang cukup per-siswanya untuk mendapatkan seleksi jalur masuk undangan. Tibalah waktu nya bagi setiap siswa di seluruh Indonesia, melakukan gencatan belajar sekencang-kencangnya untuk mendapatkan PTN favorit yang sudah menjadi targetnya. Hal yang sama pun demikian yang saya alami, salah satu universitas ternama di Yogyakarta, yang telah terlebih dahulu di kecap cara pendidikannya oleh kakak tingkat saya membuat saya semakin bersemangat untuk menargetkan kampus ini menjadi pilihan saya.
Jurusan yang saya pilihpun tidak seperti kawan lainnya yang sekitar 12-15% menargetkan untuk memasuki fakultas kedokteran. Saya memilih jurusan yang saya senangi gurunya yang mengajarkan saya (bukan berarti guru lain tidak saya senangi), Biologi. Sejak di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga SMA saya sudah jatuh cinta terhadap mata pelajaran biologi. Buku seri yang wajib dimiliki anak biologi pun seperti Campbell pun saya punya, tidak kurang dari 2-3 buku cetak tentang biologi yang saya punya setiap seri dan sesuai tingkat kelasnya. Pelajaran biologi pun tidak pernah saya lewatkan walau untuk sekali.
Biologi, UGM adalah target saya di PTN ternama di Indonesia ini. Seleksi masuk PTN ini bermacam-macam seleksi pertama yang saya ikuti adalah jalur undangan. Namun, singkat kata jalur undangan tidak berjodoh dengan saya, ketika pengumuman di website PTN tersebut saya dinyatakan gagal untuk diterima. Tidak putus ada kemudian ada jalur undangan melalui sertifikat nasional yang kemudian dinyatakan lolos dan harus mengikuti seleksi tahap selanjutnya yaitu pihak UGM mengirimkan beberapa soal ke pihak sekolah yang kemudian wajib saya kirimkan kembali pada hari yang sama diterimanya dokumen tersebut berikut dengan jawaban atas pertanyaan yang dilampirkan. Terus terang saja, saya mendapatkan soal yang panjangnya 1.5 halaman kertas A4 pun, ini soal atau sudah termasuk jawaban,,,, maklum pertanyaan tersebut memng menurut saya tergolong susah dan dikelas olimpiade mungkin. Alhasil di pengumuman terakhir saya tidak dterima kembali. Ketiga kalinya saya tidak menyerah untuk menyandang sebagai mahasiswa UGM, saya pun kembali ingin mengikuti jalur UTUL (Ujian Tulis),formulir sudah saya isi dan sudah terdaftar. Namun, pada hari H tidak saya laksanakan ujian tersebut entah apa yang ada dipikiran saya waktu itu.
Keesokkan harinya saya menghadap ke guru untuk menanyakan apakah masih ada kuota untuk jalur undangan ke PTN. Miss Lidya, guru yang diamanahkan untuk menyalurkan informasi kepada siswa-i terkait PTN memberitahukan ada dua lagi PTN yang masih kurang kuota nya sesuai dengan permintaan PTN tersebut yaitu 1. Universitas Diponegoro, Semarang dan 2. Universitas Brawijaya, Malang. Mendengar kedua universitas tersebut saya langsung saja melakukan survey kilat melalui mesin pintar bernama google, informasi yang saya cari kala itu adalah terkait dengan posisi Pekan Ilmiah Mahaiswa Nasional (PIMNAS) di kedua universitas itu dan objek wisata dikotanya.
Alhasil pilihan saya jatuh pada Universitas Brawijaya dengan track record pada tahun 2010 menjadi juara umum PIMNAS ditambah lagi banyaknya objek wisata yang terkenal dengan kota apel. Saya mengajukan diri kembali kepada Miss Lidya untuk mendaftar melalui jalur undangan di Universitas Brawijaya dengan jurusan yang sama, Jurusan Biologi. Berkas semua sudah lengkap saya isi, sudah dicetak dan siap untuk diserahkan kemudian untuk dikumpulkan secara kolektif dari sekolah.
Tepat sebelum saya menyerahkan dokumen tersebut, handphone saya berdering tertulis Aa Aba (ayah), sontak saya angkat, karena tidak pernah beliau menghubungi di jam pelajaran sekolah. Saya pikir akan ada hal penting apa, setelah tersambung saya mendengarkan beliau mengatakan pilih Perikanan Kelautan di Brawijaya Malang, Dek. What????? Aba saya menelepon untuk meminta memilih Jurusan Perikanan Kelautan di Brawijaya??? Demi apa??? Aba yang tidak pernah bahkan ikut berpendapat (dalam artian menyerahkan semua sesuai keinginan saya) tiba-tiba menyarankan untuk memilih jurusan tersebut? tidak lama buyi tut tut tut pun terdengar tanpa mengetahui alasan dan argumen yang jelas kenapa saya harus mimilih jurusan tersebut.
Sesuai dengan saran yang diberikan, “orang tua akan memilihkan yang terbaik untuk anaknya”. Berat hati dokumen dengan jurusan Biologi kemudian saya ulang berganti menjadi Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan di Universitas Brawijaya, Malang. Setelahnya saya kumpulkan saya dokumen tersebut dengan sebenarnya tidak ada harapan, karena saya “buta” mengenai jurusan yang salah pilih.
Ah, tapi memang benar ketika pengumuman tiba, nama saya berada di Urusan kedua karena memang sesuai abjad Agustin Capriati tidak akan berada jauh dibawah urutan dengan dalih huruf A pada awal kata.