Catatan harian tesis #2

Semenjak dilakukan tanda tangan kontrak tesis pada 28 Juli 2016, saya memulai dengan sangat berhati-hati untuk mengabadikan apa saja yang saya lakukan setiap harinya. Hal ini saya lakukan guna mempermudah jika ada sesuatu yang kurang atau butuh penjelasan kapan dan dimana maka saya cukup membuka catatan apa yang saya lakukan pada waktu, hari dan bulan yang bersangkutan. Kemudian hal ini juga didukung dengan adanya dokumen untuk menyusun logbook dari chair group saya Marine Animal Ecology. 

Supervisor saya pun telah mengingatkan saya untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan yang saya lakukan dengan hati-hati dan menyediakan back-up nya. Sebagai back-up nya pun saya memutuskan untuk menulis di buku logbook bersama yang kegiatan perhari dari setiap anggota serta dibubuhi dengan tanda tangan. Kemudian saya juga memiliki catatan saya sendiri dengan bahasa saya sendiri dilengkapi dengan cerita-cerita yang menurut saya menarik untuk dicatat. Menjadi tambahan pula catatan ini akan saya abadikan perharinya dalam website pribadi saya ini.

Hari ini, 9 September 2016 (Jumat). Kami melakukan uji coba kegiatan lapang dengan mendatangi tempat dimana kami akan melakukan sampling. Kami sarapan dengan telur dadar dan sayur lodeh, saya juga membukanya dengan alpukat. Kemudian Mas Tyo dan Daniel pergi ke rumah Pak Slamet Bekel (pemilik rumah yang seharusnya menjadi tempat tinggal kami, namun karena waktu itu kami kesana beliau tidak ada sehingga bergantilah kami ke rumah Bu Sumiati, tepat di depan rumah pak Lurah). Kedatangan Mas Tyo dan Daniel ke rumah Pak Slamet yakni untuk meminjam kapal guna melakukan ground check yang ada di daerah hybrid engineering  dan sekitaran mulut sungai.

Pak Slamet kemudian menyiapkan kapalnya serta kami juga dibekali bubur berkat dan berdoalah kami sesuai agama dan kepercayaan masing-masing sebelum berangkat melaut. Perjalanan  kami terbilang masih menjadi perjalanan orang yang ecek-ecek. Bagaimana tidak tiga di antara kami tidak ada yang memiliki kemahiran dalam mengendari perahu dengan mendayung. Kemudian kami menandai beberapa titik sampling. Namun, karena kami tidak tahu dengan kedalaman lokasi, sehingga di tempat yang dangkal kami terjebak dan kapal pun tidak bisa bergerak. Sebagai akibatnya kapal kami haruslah di dorong untuk bergerak ke arah yang lebih dalam. Mas Tyo segera berinisiatif untuk mendorong kapal dan hendak turun dari kapal, akan tetapi mas Tyo tidak menggunakan alas kaki. Saya ingatkan hati-hati dan saya tanyakan apa tidak memakai alas kaki? Ya tapi begitulah, pertanyaan kecil ini tidak begitu diindahkan. Well done, tak lama kemudian beliau teriak kecil haduh dan tak lama naik ke kapal dan hasilnya??? bisa ditebak. Sisi samping kaki kanannya dekat dengan kelingking dan beberapa bagian lainnya terkena (menginjak) tiram dan jempol kiri nya juga darahnya lumayan mungkin sekitar 15an detik tak berhenti. Ya anak cowok ya biasanya ya sok-sok an merasa tidak sakit, padahal anak bayi juga tahu kalo luka dikit pasti sakit dan mengekspresikannya dengan tangisan.

Saya ingat kalau di dalam dry bag ada betadine dan kain kasa, segara dibersihkan sedikit dengan air dan diberikan betadine serta ditutup dengan kain kasa setidaknya hingga kami ke darat kembali. Kami telah beberapa kali mencoba mengoperasikan sediment grab , jala dan juga menandai titik sampling. Well done, saya kira cukup untuk uji coba hari ini mengingat anggota tim saya juga ada yang terluka. Kami pulang kembali ke darat dan kerumah. Bersegera bersih-bersih diri kami kemudian bersitirahat hingga siang harinya. Saya dan Daniel selanjutnya melakukan pengukuran lebar sungai (ada tiga sungai) untuk mendapatkan panjang transek yang akan kami lakukan. Namun, lebar sungai tidaklah sama (32m, 28m dan 18m) sehingga kami harus mencari cari dan mengubah ukuran transek kami agar semua titik bisa sama.

Sore harinya kami mengunjungi Pak Slamet untuk meminta tolong kepada beliau sebagai navigator kami untuk melakukan sampling pada penelitian yang akan kami mulai pada tanggal 14 September 2016. Pak Slamet bercerita banyak tentang wilayah Timbulsloko, beliau bercerita bahwa pada tahun 1960an tidak ada air di tempat tinggal beliau, semua masih ada tambak dan beberapa pohon. Namun karena abrasi maka air masuklah langsung ke Desa (tidak ada lagi mangrove sebagai penahannya). Pada tahun 2011 Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) mulai melakukan perbaikan dalam mencegah erosi ini. Selanjutnya dari Belanda juga melakukan beberapa teknologi perbaikan agar mencegah abrasi yakni hybrid engineering dan building with nature project.

Malam hari nya, kami mendiskusikan beberapa hal terkait hasil dari uji coba yang telah kami lakukan hari ini. Kami kemudian juga mendiskusikan hingga memperhitungkan waktu yang dibutuhkan dalam setiap titik serta ulangan dalam setiap site dan stasiunnya.

Timbulsloko, 9 September 2016.

img_0584

img_0647

Leave a Reply