Menumpangi sarana transportasi yang dijembati secara online memang bukan lagi hal yang aneh. Bagaimana tidak, aksesnya sangatlah mudah atau disebut juga dengan “user friendly“. Tidak perlu berjalan ke pengkolan untuk menunggu abang-abang ojek, cukup tekan-tekan dalam beberapa langkah abang ojek siap menunggu di depan rumah untuk mengantarkan kita ke tujuan.
Perjalanan dari Margahayu menuju ke Lembang, dengan seorang bapak, paruh baya, mengenakan kaus pendek bewarna biru langit dan celana 7/8 santai serta berkacamata. Beliau dengan sopan membuka kan bagasi mobil bagian belakang, membantu memasukkan barang-barang kami ke mobilnya. Sembari berkata, silahkan masuk mba. Setelah memasuki mobil dan kendaraan yang kami tumpangipun berjalan, beliau mulai membuka obrolan lagi. Awalnya, beliau menanyakan habis dari mana, mau kemana, kemudian berlanjut ke pertanyaan, tadi dirumah siapa dan rentetan pertanyaan lainnya. Hingga akhirnya beliau menanyakan “apakah kami masih sekolah atau sudah bekerja?”, kemudian kami menjawab tidak keduanya, karena kami semua sudah lulus kuliah namun belum memperoleh pekerjaan.
Begitulah,,, dan kami hanya lagi liburan. Beliau, kemudian menjawab “saya kira, kalian adalah Santri Siap Guna”. Awalnya saya agak mikir negatif, ya benar saja, kata “siap guna” memang nampaknya agak kurang elegan, atau kebanyakan pasti mikirnya di hal-hal yang negatif. Eh, ternyata itu adalah pesantren yang diusung oleh AA Gym, yang mana Santri ditempah untuk bisa bertahan dalam menghadapi segala hal. Mulai ditempah untuk menjadi seorang wanita yang tangguh yang mungkin bisa memiliki ilmu bela diri, tentunya untuk membela diri dari keadaan yang mungkin jika terjadi sesutu hal yang tidak diingin terjadi, juga ditempah untuk menjadi lebih independen, bekarakter dan juga memiliki skills lainnya seperti memanah, berkuda dan juga berenang. Oooo,,, ternyata begitu artinya Santri Siap Guna, saya langsung penasaran dan melakukan surfing singkat di internet mengenai informasi ini, well ya,,,Obrolan kami berlanjut tidak hanya sekedar dari SSG semata.
Kemudian menanyakan kami lulusan mana. Saya jujur kalau ditanya pertanyaan ini kadang tidak enak dan ragu menjawab. Iya, kami lulusan luar negeri dengan nama kampus yang tidak begitu familiar di Indonesia (mungkin), namun kalangan akademisi tentunya saya yakin cukup familiar mendengarnya. Wah, ternyata beliau tertarik, menanyakan jurusan kami masing-masing, satu per satu kami digilir pertanyaan, beliau sangat penasaran sekali sepertinya. Beliau menanyakan kawan saya yang duduk di depan terlebih dahulu, kemudian beliau menanyakan “sekarang kan sudah lulus ni, kemudian ilmu apa yang bisa diterapkan dari sana untuk kita di Indonesia”, pertanyaan tersebut juga beliau tanyakan kepada saya dan rekan saya lainnya.
Well, tak hanya berhenti disana, ternyata Bapak ini juga menanyakan kepada kami, apa yang bisa kami ambil sebagai pelajaran atau negeri kincir angin itu, seperti apa yang baiknya untuk kemudian diterapkan di Indonesia. Obrolan beliau tidak terdengar biasa, tidak seperti orang kebanyakan, seperti sangat teredukasi, mulai dari kata per kata yang beliau tanyakan hingga kesimpulan yang beliau utarakan dari setiap pernyataan yang kami berikan. Beliau menyebutkan bahwa pertanyaan yang beliau ajukan merupakan obrolan “warung kopi”.
Panjang perjalanan kami menuju Lembang, berliku-liku jalan dan suhu udara pun terasa dingin, meskipun kami di dalam mobil yang kacanya tertutup tanpa bersentuhan langsung dengan udara luar. Namun, obrolan kami cukup membantu menghangatkan suasana. Hari ini, saya dikejutkan sekali dengan istilah “obrolan warung kopi”, yang menjadikan cara pandang baru untuk saya.