Pekerjaan adalah kata benda yang berasal dari kata “kerja” yang memiliki arti kegiatan melakukan sesuatu, yang diperbuat (KBBI). Pertanyaan tentang pekerjaan adalah satu salah pertanyaan top ten paska Anda menyelesaikan sekolah ataupun kuliah “kerja di mana? ” Pertanyaan yang secara jujur menurut saya sangat tidak relevan, apalagi jika Anda hanya “sekedar kenal” dengan orang tersebut (kecuali jika Anda adalah kerabat dekat, keluarga atau orang yang sedang mencari orang untuk bekerja dengan Anda). Menurut saya banyak orang-orang Indonesia yang lembut hatinya alias baperan, maka pertanyaan sejenis bisa menimbulkan domino efek atau efek berkepanjangan yang bersifat negatif. Loh, kok bisa?
Coba Anda renungkan dan pikirkan baik-baik, ketika pertanyaan tersebut meluncur dari mulut Anda, apa yang lawan bicara Anda pikirkan? Ada beberapa kemungkinan dan salah satunya bisa menjadi contributing factor stress karena belum memiliki “pekerjaan”. Bisa juga merasa rendah diri dan tidak percaya diri akan kemampuan yang ia miliki, karena mungkin saja jenis pekerjaan yang beredar tidak match dengan kapasitas dan kapabilitas yang ia miliki (dalam case ini mungkin over qualified atau under qualified) dan berbagai kemungkinan lainnya.
Mengutip data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) jumlah penangguran di Indonesia pada Agustus 2018 mencapai 7 juta jiwa atau sekitar 5,34%, yang artinya masih banyak penangguran ya. Nah, akhir-akhir ini juga gencar berbagai program pemerintah untuk mengatasi pengangguran baik itu program kebut ataupun program yang sebenarnya sudah dalam rencana kerja pemerintah. Saya tidak bisa menguji dan berpendapat banyak terkait hal ini. Namun, yang saya garisbawahi adalah banyaknya angka lulusan sarjana S1, S2 atau bahkan S3 yang belum memiliki afiliasi apapun.
Saya yakin, banyak dari mereka yang memiliki kualitas bagus atau bahkan hebat sekali sehingga belum menemukan wadah yang tepat untuk berkarya. Tapi ada juga yang menjadi catatan penting khususnya bagi mahasiswa lulusan sarjana strata satu. Ingat, tulisan ini ditujukan untuk sharing semata, tidak untuk menilai apapun bentuknya, mungkin bisa dijadikan refleksikan agar menjadi lulusan dengan kualitas yang lebih baik.
Pertama, saya agak tercengang ketika mengikuti dan mendengarkan beberapa sesi wawancara baik bagi mahasiswa ataupun yang baru lulus sekolah. Mulai dari cara mengirimkan lamaran, bersurel, ataupun ketika menjawab pertanyaan, kebanyakan mencerminkan ketidaksiapan dan kurang teliti dalam mempelajari syarat yang diajukan. Menjadi catatan saya pribadi adalah mengenai ketidaksiapan peserta (calon pekerja), agak lucu sebenarnya jika ditanyakan “Apa yang Anda ketahui tentang perusahan kami?” dan jawabannya “Saya belum tahu banyak”. Hallo…. Anda memasukkan lamaran kerja dan Anda tidak tahu perusahaan yang Anda lamar? Seperti memilih kucing dalam karung apa ya?
Kedua, menjadi lulusan terbaik di salah satu universitas ternama di Indonesia ataupun luar negeri tidak lantas menjamin Anda diterima dengan mudah dalam dunia pekerjaan. Jalan tidak selalu mulus kawan :). Namun, saya pernah menyampaikan kepada hampir sepuluh ribu mahasiswa baru di Universitas Brawijaya pada tahun 2014 bahwasanya untuk menjadi yang Mahasiswa Berprestasi (karena temanya waktu itu adalah menjadi Mahasiswa Berprestasi Nasional), tidak cukup hanya dengan IPK tinggi, sertifikat kejuaraan banyak, bahasa inggris yang bagus. Karena yang memiliki IPK tinggi banyak, juara dan bahasa inggris juga demikian. Namun harus ada nilai plus yang harus Anda berikan, harus ada hal yang lebih, lebih dan lebih. Karena baik saja tidak cukup, Anda harus menjadi great and stand out the crowd! Tentu untuk menjadi demikian memerlukan waktu dan berproses. Nah, begitupun dengan dunia pekerjaan, Anda harus bisa menampilkan “nilai jual” yang lebih tinggi daripada “penjual-penjual lainnya”.
Ketiga, ketika banyak sekali mahasiswa yang paska kelulusannya mengeluh dan bahkan dikutip media massa baik online ataupun berupa koran yang menyatakan bahwa tingginya angka “sarjana penangguran”. Nah, dalam hal ini mungkin saya ingin memutar pernyataan tersebut menjadi pertanyaan “apakah semua sarjana yang lulus memiliki kualifikasi dan match dengan lapangan pekerjaan yang ada?” Ayoo, para lulusan mungkin Anda bisa menjawab. Jika iya, tentunya Anda juga tahu apa yang harusnya Anda lakukan, jika belum mungkin Anda harus kembali kuliah lagi, kuliah lagi loh ya bukan melanjutkan kuliah ke jenjang lebih tinggi. Sehingga, yang menjadi nilai penting sebelum Anda lulus tanyakan kepada diri sendiri “apakah kualifikasi yang saya memiliki setidaknya telah memenuhi syarat untuk dunia pekerjaan? BAGUSnya jika kualifikasi Anda bisa lebih baik.
Pemikiran random, Ambon, 16 Januari 2019 – saat memandang semburat oranye Jembatan Merah Putih