Pengambilan Kebijakan tentang Perikanan Tangkap Indonesia

Memasuki perkuliahan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang, saya dikenalkan untuk memperlajari berbagai hal yang berkaitan dengan Perikanan dan Kelautan. Pembelajaran yang besar adalah ketika saya harus menentukan bidang apa yang akan saya geluti untuk ke depannya. Jurusan saya mempunyai tiga spesialisasi yaitu exploitasi, explorasi dan manajemen. Sudah jelas jika dilihat dari satu kata per spesialisasi akan mencerminkan apa saja yang akan dipelajari.

Eksploitasi, yang kerap diartikan dengan memanfaatkan akan banyak mempelajari tentang proses penangkapan ikan (alat tangkap, mesin, kapal perikanan, hidrodinamika, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dan lain sebagainya). Eksplorasi, jelaslah untuk mengembangkan atau meng-eksplor ilmu-ilmu yang berkaitan dengan perikanan dan kelautan. Jika dalam eksploitasi diajarkan tentang bagaimana cara memanfaatkan sumberdaya ikan, di eksplorasi lebih dikenalkan dengan bagaimana untuk mencari cara atau menemukan sesuatu yang baru dalam dunia perikanan dan kelautan guna menjamin keberlanjutan sumberdaya ikan nya. Sedangkan manajemen, lebih menekankan sisi manajerial, bagaimana kebijakan yang harus di ambil jika terjadi kemungkinan a, b dan/atau c sehingga perikanan tersebut berimbang lestari.

Berdasarkan penjelasan pihak pemerintahan bahwa perizinan perikanan tangkap di Indonesia masih menggunakan input control. Artinya, wilayah perikanan tangkap, ukuran kapal dan jenis alat tangkap di atur dalam Peraturan Menteri No 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Akan tetapi, berdasarkan isu yang telah berkembangkan bahwa sumderdaya ikan mengalami deplesi atau over-exploitasi sehingga pada tahun 2014 dikeluarkan pula peraturan terbaru terkait dengan Moratorium Perizinan Perikanan Tangkap (PERMEN NO 56 Tahun 2014). Pertimbangan moratorium ini didasarkan oleh tinggi nya tingkat Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) perikanan tangkap di Indonesia.

Jika kita zoom out atau dengan skala global berdasarkan dari laporan FAO pun tingkat IUU menduduki tingkat produksi terbesar dalam produksi perikanan. Era kementerian Ibu Susi Pudjiastuti tergolong cukup ketat dengan isu kapal IUU, terbukti berdasarkan informasi yang tertera di website Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia, terhitung sebanyak tiga puluh satu (31) kapal illegal fishing berhasil diledakkan.

Secara statistik bahwa produksi perikanan tangkap di dasarnya atau dengan basis data dari ikan yang didaratkan (landing based). Penghitungan data landing based ini yaitu kapal dari manapun jika mendaratkan hasil tangkapannya di lokasi A maka produksi tersebut akan di anggap sebagai produksi lokasi A. Tentunya, metode ini menurut saya pribadi terdapat beberapa kekurangan, karena data yang didapatkan memiliki nilai bias yang cukup tinggi (berbeda setiap lokasi). Namun, untuk saat ini untuk perikanan tangkap di Indonesia metode inilah yang barubisa dUntitledikembangkan.

Pendekatan untuk menghitung produksi perikanan tangkap ada tiga. Pertama, melalui pelabuhan perikanan yang mana erat kaitannya dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) (Auction). Hal ini cukup menarik jika diulik lebih dalam. Berdasarkan informasi yang saya dapat dari penjelasan Kementerian Ekonomi (sub: fisheries) di Belanda, bahwa hasil tangkapan nelayan (usaha perikanan tangkap) wajib hukumnya untuk di daratkan di TPI sebelum disalurkan ke retailer atau consumer (market). Sehingga jelas produksi perikanan tangkap nilai yang ditunjukkan adalah sekian ton. Tentunya hal ini dengan mengabaikan nilai by-catch, high grading dan/atau discard. Selain itu, big-scale fishery juga memudahkan pemerintah untuk melakukan recording data produksi. Sedangkan di Indonesia, kebanyakan sistem perikanan tangkap adalah artisanal/small-scale fishery yang artinya banyak pelaku perikanan tangkap di Indonesia menangkapkan ikan hanya untuk keperluan konsumsi rumah tangga dan jika dijual dalam skala yang kecil. Hal ini berakibat pada sulitnya untuk mendapatkan nilai  dari produksi perikanan tangkap.  Hal lain yaitu karena jumlah hasil tangkapan ata spesies ikan yang tertangkapan adalah multi-species yang dapat menambah berat nya untuk proses enumerasi secara tepat.

Kedua, desa sample (sampling site), kegiatan pemerintahan pusat untuk melakukan sample dari beberapa titik lokasi yang dinilai produktif. Survey atau pengambilan sampel dilakukan untuk laut (marine ) atau perairan umum meliputi rawa, danau, sungai, waduk, dan sebagainya. Form data diberikan dan dirancang oleh pemerintah pusat sehingga data yang di entry akan memiliki kesamaan dalam format yang akan mempermudah dalam pengolahan data.  Survey dilakukan sebulan sekali yang kemudian datanya akan dikompilasi di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi yang selanjutnya akan dikirimkan ke Pusat untuk dikelola sebagai basis data perikanan Nasional

Ketiga, pencatatan data hasil produksi perikanan melalui perusahaan perikanan. Namun, hal ini diakui belum secara optimal. Berdasarkan informasi yang saya peroleh, bahwa IUU di Indonesia kebanyakan pelakunya yaitu berasal dari perusahaan perikanan. Namun, hal ini sulit memang untuk ditelusuk lebih dalam karena berbagai faktor. Tentunya, bukan tidak mungkin ini dilakukan penelitian dan tindakan lebih lanjut dengan bekerjasama dengan perusahaan perikanan guna memperoleh data meski tidak mudah.

Setelah semua data terkumpul maka proses selanjutnya sebelum diambilnya kebijakan yaitu dilakukannya validasi nasional yang dibahas dengan BALITBANG KP untuk mencapai keakuratan data. Sehingga untuk finalisasi bahasan lanjutan juga melibatkan DKP Provinsi.

Cerminan dari pengelolaan perikanan tangkap di Indonesia menurut saya pribadi sama halnya dengan pengelolaan Perikanan Tangkap di Uni Eropa (UE). Dimana jika di UE setiap negara melaporkan kondisi perikanan tangkap di negaranya masing-masing. Sedangkan di Indonesia, setiap provinsi melaporkan kondisi perikanan tangkap nya ke skala Nasional. Cukup simple jika memang dijadikan simple. Namun, praktiknya, tidak bisa diungkapkan melalui tulisan singkat yang tidak lebih dari 1000 kata ini.

Jika ingin mempelejari terkait data apa saja yang diperlukan oleh UE dalam mengambil kebijakan tentang perikanan bisa dipelajari di: The International Council for the Exploration of the Sea (ICES) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Leave a Reply