Tulisan ini merupakan ulasan atau review dari penelitian yang telah di lakukan oleh Côté-Laurin, M. C., Benbow, S., & Erzini, K. (2017) yang berjudul “The short-term impacts of a cyclone on seagrass communities in Southwest Madagascar” dan dapat diakses atau dibaca disini.
Artikel ini merupakan artikel menarik yang baru terbit tahun ini. Salah satu yang membuatnya menarik yakni pembahasan tentang efek dari badai siklon terhadap lamun. Lamun memegang peranan penting untuk mendukung suatu ekosistem, selain fungsi sebagai penyimpan karbon, lamun juga memiliki fungsi lain seperti nursery dan feeding ground. Perbandingan keadaan lamun sebelum dan sesudah badai siklon pun dijadikan sebagai barometer yang relevan.
Penelitian ini dilakukan di Madagaskar, area yang rentan terhadap badai siklon yang dikarenakan oleh intensitas curah hujan yang tinggi dan angin yang kencang (Laurin, Benbow and Erzini, 2017). Terjadinya badai siklon mengancam berbagai macam kerusakan pada ekosistem seperti lamun. Akan tetapi, tidak hanya lamun, ikan yang berasosiasi dengan lamun dan invertebrata lainnya pun ikut terancam (Nakamura, 2010). Hal ini diyakini menjadi penyebab menurunnya kelimpahan dan jenis spesies-spesies tertentu (Horinouchi et al. 2009).
Untuk melihat efek dari kerusakan yang disebabkan oleh badai siklon ini maka diperlukannya monitoring terhadap ekosistem yang ada. Sedangkan pada faktanya masih sangat minim sekali penelitian yang mengkaji tentang efek dari badai siklon terhadap lamun dan hewan yang berasosiasi baik sebelum dan paskah badai. Badai siklon yang terjadi di Madagaskar dikenal dengan badai Siklon Haruna. Siklon yang mematikan dan merupakan salah satu siklon terbesar yang terjadi di barat-daya Madagaskar sepanjang 35 tahun terakhir (baca disini). Dihipotesiskan oleh Laurin, Benbow and Erzini (2017) bahwa badai siklon ini akan memengaruhi luas tutupan, keanekeragaman species, dan juga tinggi kanopi serta ikan-ikan yang berasosiasi dengan lamun.
Penggunaan metode fish underwater visual census, video transek and kuadran dijadikan sebagai acuan di tiga titik. Beberapa parameter lainnya seperti kedalaman, tingkat kecerahan, arus, pasang-surut pun juga dicatat oleh peneliti. Totalnya ada 5400 meter persegi area yang terdiri dari 54 transek (untuk ikan) dan 270 kuadrat lamun (0.5m x 0.5m). Transek ikan yang dicatat yakni meliputi jumlah dan spesies ikan. Pengambilan video dengan menggunakan kamera Canon tipe G12 sebagai bahan rekaman untuk kemudian di analisis. Sedangkan untuk kuadran lamun, dilakukan pencatatan jenis lamun, tinggi dan persentase tutupan setiap jenisnya.
Perhitungan jumlah ikan dilakukan dengan mengolah data dari data rekaman. Kemudian untuk mengestimasi biomassa ikan dilakukan kalkulasi dengan cara hubungan panjang berat (W=a*L^3) (Froese and Pauly, 2013). Data yang telah terkumpul kemudian di analisis dengan menggunakan program R studio. Uji yang dilakukan yakni ANOVA atau Mann-Whitney U test. Uji ini dilakukan untuk melihat perbedaan apakah antara sesudah dan sebelum badai siklon Haruna.
Setelah dilakukan uji ternyata ada perbedaan yang signifikan dari tutupan lamun yakni berkurang sebanyak rata-rata 23.4% di ketiga titik pengamatan. Hal ini dimungkinkan oleh aktifitas siklon menyebabkan tingkat kekeruhan lebih tinggi karena teraduknya sedimen-sedimen. Keadaan ini memperlambat lamun untuk melakukan proses fotosintesis sehingga pertumbuhannya pun menjadi pelan. Pelannya pertumbuhan lamun tentunya akan berdampak pada tutupan lamun yang berkurang. Sedangkan hasil untuk data ikan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan baik sebelum atau pun setelah badai siklon. Penulis menyampaikan bahwasanya hal ini dimungkinkan karena jumlah titik pengamatan yang terlalu sedikit dengan objek ikan yang cenderung memiliki mobilitas tinggi, atau bergerak dengan cepat menyebabkan tidak adanya perbedaan.
Penulis menyimpulkan bahwa dampak badai siklon dipengaruhi oleh paparan secara fisika dan juga manusia. Beliau menyampaikan bahwa keadaan lamun terlihat berbeda di daerah yang ditempati oleh desa pemancing dan tidak. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai kesempatan yang unik dalam proses peninjauan badai ekstrim seperti badai Haruna terhadap ekosistem pesisir.
Menurut saya secara pribadi setelah membaca artikel ini, bahwasanya memang sangatlah penting untuk mengetahui keadaan ekosistem yang ada di sekitar kita, tidak hanya lamun, namun juga ekosistem lainnya seperti karang dan mangrove. Sehingga jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, selain kita memiliki data, kita juga bisa melakukan perbandingan untuk keadaan sebelum dan sesudahnya. Akan tetapi, kebanyakan dari penelitian atau dana yang digelontorkan akan besar jika sudah ada dampak atau efek negatif. Sedia payung sebelum hujan, ya kalau sudah hujan payung haruslah digunakan (selain jas hujan :)).
Berikut video tentang siklon Haruna dan bencana nya