Minggu, 17 Juli 2016.
Setelah kemarin kami sampai di rumah Miss Tutik dan keluarga serta menikmati makan malam BBQ ala orang Jerman dan makan malam di halaman belakang rumah serta bermain dengan Freyja dan Amilie. Kami alhamdulillah bangun dalam keadaan segar dan bersiap-siap serta segera sarapan pagi. Sarapan pagi disiapkan oleh Miss Tutik dan keluarga. Di meja makan sudah terhidang untuk tujuh orang, Martin, Miss Tutik, Freyja, Amalie, Uwi, Nidonk dan saya sendiri. Kursi khusus untuk Freyja dan Amalie karena mereka masih berumur sekitar 3 dan 1 tahun.
Miss Tutik dan keluarga ternyata merencanakan hari ini agar kami bisa jalan-jalan ke Hamburg, kota yang berjarak tempuh kurang lebih 18 menit dengan menggunakan kereta api dari stasiun Lüneburg. Sesampainya di Lüneburg kami berjalan-jalan di Centrum nya, kebetulan karena hari ini hari minggu jadi semua toko-toko pada tutup. Sesuai dengan peraturan pemerintah Jerman dan mungkin Eropa secara keseluruhan bahwa weekend memang harus tutup untuk memberikan waktu kepada bagi yang bekerja khusus untuk berkumpul bersama keluarga.
Untungnya, di centrum kota Lüneburg sedang ada kegiatan tiga rangkai perlombaan yakni lari maraton, balap sepeda dan renang. Kebetulan jalur yang di ambil untuk lari dan sepeda kami lewati. Salut dengan warga Jerman, peserta yang ikut tidak hanya anak-anak muda saja, melainkan orang-orang yang sudah lanjut usia pun tetap semangat mengikuti lomba. Gaya hidup sehat lansia disini memang patut dijadikan pelajaran dan bahwasanya olahraga memang penting untuk menjaga stamina dan kebugaran tubuh walaupun sudah tua. Kadang saya sedih jika teringat di Indonesia, ibu-ibu yang baru berumur 40an tahun dan nenek-nenek yang berumur 60an tahun tak jarang sudah terlihat sangat rentah. Hal ini karena memang mungkin dari pola hidup yang kurang berolahraga sehingga setiap sel-sel dalam tubuh cepat lelah dan mati fungsinya. Sedangkan nenek-nenek disini masih bugar dan bahkan kadang berjalan lebih cepat daripada saya sendiri.
Kami menunjungi Rathaus di Hamburg, dengan berbagai jenis patung-patung yang menempel di dindingnya megah. Patung-patung tersebut menggambarkan beberapa cerita seperti profesi-profesi penduduk Jerman jaman dahulu, mulai dari tukang roti hingga hakim. Mereka mendapat kesetaraan yang sama karena orang-orang penting yang berkedudukan di kejaksaan atau kantor-kantor pemerintah pun tidak bisa makan jika tidak ada tukang roti yang membuat roti (karena makanan utama disini adalah roti). Sehingga tercermin bahwa setiap jenis pekerjaan memiliki porsi dan kepentingannya masing-masing. Kemudian Martin menjelaskan juga bahwa kota Hamburg adalah salah satu kota yang tetap terjaga gedung-gedung tua nya karena waktu itu tidak hancur (sedikit) dari efek Perang Dunia (PD) ke-II yang terjadi di tahun 1940an. Kota Hamburg juga merupakan salah satu kota kaya yang ada di Jerman, terhubung langsung dengan North Sea oleh Sungai Elbe.
Kemudian kami menuju ke pelabuhan untuk melihat-melihat. Jika saya perhatikan pelabuhan di Hamburg ini mirip dengan Volendam di Belanda karena disisi jalan banyak toko-toko yang menawarkan pernak-pernak atau oleh-oleh khas Hamburg dan juga terkenal dengan banyaknya restauran seafood. Katanya Hamburg memang terkenal dengan berbagai macam restauran yang menawarkan oyster (tiram) dan tradisional aalsuppe (Jerman) atau sup dengan rasa lokal.
Selepasnya dari Hamburg kami kembali ke kota Lüneburg, tidak langsung pulang tetapi kami sempatkan berjalan-jalan di centrum Lüneburg. Centrum Lüneburg menurut saya juga sangat indah, tata kota yang cantik dengan gedung-gedung tua yang khas tak lepas dari perhatian saya. Ada satu gedung yang sudah sangat tua bewarna hitam mengkilap, merupakan gedung kantor perdagangan dan industri yang letaknya tepat di tengah-tengah kota dan dekat dengan gereja.
Miss Tutik juga menjelaskan bahwa ada museum garam, garam yang di ambil adalah bukan dari hasil air laut. Melainkan garam dari dalam tanah, cukup mengagetkan juga untuk saya, karena informasi baru yang belum saya ketahui. Beliau juga menambahkan bahwa ada beberapa gedung yang miring karena memang tanah nya tidak mampu menampung beban gedung di atasnya. Ya, kurang lebih seperti menara Pisa yang miring karena tanahnya, bukan karena sengaja di desain demikian. Kami nikmati udara dan indahnya sore itu, jalan-jalan sore dengan udara yang sejuk dan suasana kota yang hangat serta tidak biasa dan bersama orang-orang yang luar biasa membuat memori yang indah.