Batas Negara

I.N.D.O.N.E.S.I.A. sembilan huruf yang terangkai menjadi satu kata INDONESIA yang kadang kami ucapkan sekenanya saja. Tidak sedikit yang mengeja menjadi INDONESA atau ENDONESA. Padahal INDONESIA salah satu kata yang banyak tertulis di jurnal-jurnal nasional, regional maupun internasional. Banyak sekali mata yang melirik satu kata yang dimiliki oleh satu negara, INDONESIA.

Padamu negeri kami berjanji
Padamu negeri kami berbakti
Padamu negeri kami mengabdi
Bagimu negeri jiwa raga kami

Penggalan lirik yang sering kami nyanyikan, PADAMU NEGERI JIWA RAGA KAMI. Lirik yang diciptakan oleh Kusbini ini memang pekat dan sarat akan makna. Luas wilayah nya menempati urutan ke-7 setelah Rusia, Kanada, Amerika Serikat, China, Brasil dan Australia. Menempati urutan ke-15 terluas di dunia, mencapai 1.919.440 km².

Kadang saya merenung, mengingat dan memutar memori selama beberapa tahun terakhir yang terjadi di negara INDONESIA. Negara yang dulu nya sangat terkenal dengan keramah-tamahan penduduk dan kaya akan budaya lokal, bahasa lokal, makanan khas lokal. Namun, pelik keadaan memang berfluktuatif negara ku telah mengalami krisis pada tahun 1998, mungkin sekarang juga krisis akan ciri khasnya. Kala itu, saya berumur 6 tahun, tidak mengerti dengan apa yang terjadi dengan negara ini, yang saya ingat harga jajanan menjadi naik dan uang saku saya berkurang.

Banyak sekali sekarang anak-anak mu wahai negara ku, banyak sekali anak-anak mu yang mendambakan hidup di dunia modern, dengan teknologi serba canggih dan akses serba instan. Tak lagi ingat mungkin bagaimana caranya meniup tungku dengan cerobong bambu dengan asap mengepul di dapur sebagai tanda ibu-ibu memasak, hidung yang gosong kerap kali masih ada saat makanan dihidangkan. Bunyi jangkrik-jangkrik di sawah dan capung-capung di sungai masih beraneka warna. Sore harinya bocah kecil berumur 5-12 tahun pun selalu beririt-irit pulang sehabis memainkan permainan tradisional, pulang untuk membersihkan diri dan berangkat mengaji hingga adzan maghrib tiba. Langgar atau pun surau pun ramai, suara mengaji terdengar merdu dari rumah-rumah tanpa listrik.

Ah, itulah sepenggal cerita tentang INDONESIA. Negara yang menduduki peringkat ke-15 terluas di DUNIA. Namun kisah tersebut sepertinya tinggal cerita, saya pun termasuk ke dalam lingkaran orang-orang yang mulai melupakan cerita itu. Saya lupa! Saya termasuk dalam generasi muda yang berlomba-lomba untuk mengejar hiruk pikuk kehidupan kota, memimpikan teknologi canggih dan akses super mudah. Disokong dengan ilmu-ilmu modern yang namanya terpampang dimana-mana, di buku, jurnal, majalah, surat kabar dan lain sebagainya.

Ketika saya mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi, senangkan memang bukan kepalang. Saya niatkan niatnya untuk bersekolah di Jerman sama seperti Pak Habibie, Presiden Ke-3 INDONESIA. Lewat kata-kata ringan yang syarat makna beliau bercerita. Belia bercerita tentang sejarah dan menata masa depan. Beliau bercerita tidak hanya masa depan tetapi juga mengingatkan sejarah. SEJARAH. Namun, ALLAH menempatkan saya di negara tetanggga, Belanda. Alhamdulillah.

19-21 September 2015 saya diberikan kesempatan untuk menapakkan kaki ke negara-negara di Benua Eropa. Luxembourg-Swiss-Jerman ketiga negara tersebut adalah tujuan touring kami. Luas keseluruhan Benua Eropa adalah lebih dari 10 juta km². Namun benua tersebut juga terbagi menjadi banyak negara-negara termasuk Uni-Eropa dan tidak termasukUni-Eropa. Perjalanan kali ini adalah perjalanan pertama saya selain di Belanda.

Pukul 08.17 am kami berangkat dari Bus Station Wageningen. Mobil van (jenis mobil travel) telah menunggu kami, semua barang telah kami masukkan ke bagasi belakang dan Bismillah perjalanan kami mulai. Percakapan di mobil adalah tentang lokasi A,B,C…Saya yang baru pertama melakukan trip di Eropa hanya menyimak dengan seksama, menerima informasi apa yang saya peroleh. Ternyata 1.5 jam kemudian kami telah tiba di Belgia. Hal ini ditandai dengan tulisan-tulisan dan simbol di jalan telah menggunakan bahasa yang berbeda. Kemudian, kami mengisi bensin mobil dan ritual perberhentian di pom bensin ternyata tetap sama. Ketika berhenti hampir semua penumpang turun dan antri menuju toilet. Akhirnya saya ucapkan terinjakkan juga kaki di Belgia. Walaupun hanya di toilet dan pom bensinnya saja :D.

Kemudian perjalanan kami lanjutkan kembali tidak lebih dari 2 jam kemudian kamipun telah tiba di Perancis. Karena ada salah satu penumpang yang ingin ke toilet alhasil ketika melewati Perancis kami pun berhenti. Alhamdulillah lagi saya ucapkan, tanah Perancis juga saya injakkan hari ini. Well done, dalam jangka waktu kurang dari 4 jam 2 negara lainnya sudah bisa ditempuh. Waktu yang tidak jarang saya gunakan untuk menempuh jarak Malang-Tuban atau Malang-Banyuwangi dengan jalan tanpa macet dan kecepatan tinggi. Namun masih dalam satu provinsi Jawa Timur.
Itulah INDONESIA!

Pukul 12.14 pm kami tiba di Luxembourg, negara perbatasan antara Belgia dan Perancis. Kunjungan ini kami lakukan seperti turis, mengunjungi ikon-ikon terkenal saja. Walaupun hal ini tidak sesuai dengan kamus perjalanan yang saya punya. Namun untuk pertama kali haruslah mengunjunginya untuk pembelajaran dalam perjalanan berikutnya. Berikut adalah pemandangan kastil yang ada di dekat city center nya.  WP_20150919_12_30_06_Pro

Menyebarang dari pemandangan kastil akan kita lihat di sisi kanan jalan ada museum kota yang sepertinya bisa dimasuki secara gratis. Namun karena waktu kami terbatas, mengabadikan foto di depannya saja pun menjadi hal sakral untuk memori perjalanan.

WP_20150919_14_27_12_Rich

Kemudian, jika kita berjalan masuk ke lorong pusat perbelanjaan akan kita temui beberapa tenda-tenda yang menjajakan barang-barang antik serta buku-buku dan pernah-pernik lainnya.

WP_20150919_13_19_24_ProKemudian, perjalanan kami lanjutkan kembali menuju penginapan. Kami menginap di sebuah hostel dengan label internasional. Walaupun hostel tetapi kebersihan di hostel ini saya akui cukup terjamin. Satu kamar memiliki empat kasur yang artinya ditempati untuk 4 orang. Sebelum menuju hotel kami menuju ATM untuk mengambil uang sebagai bekal untuk perjalanan esok nya karena di Swiss tidak menggunakan euro sebagai mata uang utama. Namun ada beberapa tempat yang menerima euro. WP_20150919_20_48_01_Pro

Keesokkan hari nya pukul 8.27am kami melakukan perjalanan kembali. Lokasi pertama adalah The Lion Monument. Monumen yang di dedikasikan untuk para prajurit Swiss dalam melayani Raja Louis XVI, King of France yang terbunuh dalam Rovolusi Paris. Monumen ini digunakan untuk mengenang jasa-jasanya, kurang lebih seperti itulah.



WP_20150920_08_48_38_Pro

Kemudian kami mengunjungi jembatan yang menjadi ikon pemandangan yang indah di tengah kota Swiss. Tidak cukup informasi yang saya peroleh namun ketika melakukan kunjungan ini banyak sekali wisatawan-wisatawan mancanegara ditemani dengan tour guide mengunjungi tempat tersebut. Sayangnya ada beberapa tempat yang harusnya menjadi sangat indah kalau di abadikan dengan kamera dalam rekonstruksi bangunannya.

WP_20150920_09_47_52_Rich

WP_20150920_09_48_56_Rich

Kami kemudian berniat mengunjungi pegunungan Alpen, gunung yang terkenal di buku-buku geografi SD-SMA. Akan tetapi, awan tidak begitu bersahabat dengan kami, sehingga kami putuskan untuk tidak melihat gunung Alpen dari dekat menggunakan kereta gantung karena hanya awan yang akan kami lihat.

WP_20150920_09_25_14_Rich

Akan tetapi perjalanan indah kami lanjutkan ke Gunung Titlis, gunung dengan es abadi di puncaknya. Gunung es yang memberikan saya pengalaman pertama menginjakkan kaki di salju yang sebenarnya, salju yang terjadi secara alamiah. Bukan salju yang berada di indoor ataupun salju artifisial.

WP_20150920_12_56_25_Pro

Setelah itu perjalanan kami untuk kembali ke Wageningen dengan melewati Jerman, singgah dan makan malam di Jerman. Ironi sepertinya, makan siang di Swiss dan makan malam di Jerman, sarapan paginya di Belanda.

Batas negara, kembali lagi saya mengingat mu negeri. Tidak cukup waktu sebulan penuh untuk menjejakkan kaki di bumi pertiwi. Dalam jangka waktu kurang dari 48 jam saya telah menginjakkan kaki ke 5 negara. Ibu pertiwi saya ingin kembali.

Leave a Reply