Handphone, salah satu barang yang paling penting dan hampir semua orang memilikinya. Bahkan ada yang mempunyai tiga hingga empat handphone. Melampau kebutuhan primer, setiap orang menghabiskan lebih dari empat jam perhari dengan handphonenya, baik penggunaan untuk menghubungi keluarga, kolega dan ataupun bisnis lainnya. Mulai dari aktifitas menelepon, sms, sosial media hingga transaksipun bisa dilakukan dengan handphone.
Semenjak pertama kali memiliki handphone (SMP kelas 2) sampai sekarang, saya telah menggunakan delapan handphone: Nokia 3220, Nokia 7610, Motorola V3, Nokia 5610, Motorola E63, Iphone 3GS, Nokia Lumia 930, dan terakhir Iphone SE. Handphone Iphone SE membuat saya berjanji tidak akan membeli handphone lagi, karena semua features dan kemampuan lainnya sudah tercukupi dalam handphone ini. Namun, skema dari Allah memang tak terduga. Entah mungkin sudah waktunya handphone tersebut berpindah tangan atau memang sekarang waktunya handphone tersebut lagi dipinjam orang. Semoga dalam beberapa hari ke depan bisa kembali atau dikembalikan kepada saya.
12 Agustus 2018, pagi itu saya sudah beraktifitas seperti biasa, beberes kamar dan membuka jendela dan pintu untuk mendapatkan udara segar. Alhamdulillah, menyalakan televisi dan menyimak berita terbaru yang tersaji di stasiun CNN dan kompas, sempat juga membuka bloomberg. Setelah mandi sembari mendengarkan radio, sayapun lalu menyalahkan laptop untuk bersiap-siap latihan IELTS, kerena akhir bulan ini saya akan mengikuti proses ujian IELTS yang akan diselenggarakan di Yogyakarta. Tidak ada hal atau tanda-tanda yang dapat saya prevensi sebelumnya. Rencananya pukul 12.00 saya akan dijemput untuk pergi ke bandara. Namun, karena akan mampir ke JCO untuk membeli donut titipan kolega, sayapun akhirnya berangkat lebih awal dari waktu seharusnya berangkat guna mencegah keterlambatan jika harus mengantri. Siapa sangka, hal ini menjadikan scene untuk kehilangan handphone. Dalam posisi terburu-buru karena belum siap (telah dijemput), sayapun memasukkan handphone ke dalam saku celana sebelah kanan. Segera menaiki mobil dan duduk dengan seksama di bangku belakang. Perjalanan biasa saja, sayapun yang jarang sekali membuka handphone ketika di mobil, tak menyadari lebih lanjut. Saat berhenti untuk membeli donut di JCO, sembari mengeluarkan uang saya juga menyempatkan diri untuk mengecek apakah ada pesan yang masuk. Ketika hendak membayar, memang mungkin kelalaian dari saya, handphone pun saya letakkan di kasir dan mengambil uang di saku celana. Transaksi berlangsung dan sayapun lupa mengambil handphone saya. Lagi, karena di mobil saya jarang sekali membuka handphone, akhirnya sayapun melaju menuju airport tanpa sedetikpun mengecek HP. Begitu sampai di airport, ketika hendak menuju ke pintu masuk, sayapun mengecek saku, ingin mengeluarkan handphone untuk menunjukkan tiket kepada petugas bandara. Namun apa daya, handphone saya tidak ada di saku celana. Segera kawan saya menelepon sopir yang membawa kami ke bandara untuk mengecek apakah handphone tersebut jatuh di mobil. Akan tetapi, hasilnya nihil, beliau sudah menilik dan mencari dengan seksama dimobilnya, tetap tidak berhasil menemukan handphone. Dugaan terbesar saat itu adalah benar adanya ketinggalan di kasir tempat saya membeli donut. Kolega saya segera menelepon pihak JCO, hasilnya, sama, tidak juga ditemukan.
Entah mengapa, saya tidak begitu panik, pikiran saya tetap positif dan tenang kala itu. Sayapun masih mencoba menelepon nomer saya sendiri dengan menggunakan handphone lainnya, empat, lima kali saya menelepon, sambungan tetap bisa dan terhubung, saya semakin positif sepertinya memang ketinggalan. Pikiranpun berubah ketika dial keenam kalinya dan nomer yang saya tuju sedang tidak aktif. Menandakan bahwa seseorang telah menemukan handphone saya dan mematikan nomer tersebut. Kalem tetap bawaannya waktu itu, saya masih mencoba menelepon kembali dan untungnya aktif lagi, setelah dua tiga kali menelepon, tidak diangkat dan tak lama ditelepon lagi dan non-aktif hingga sekarang.
Entah bagaimana rasanya, waktu itu saya masih menyerap dan mencerna dengan keadaan yang terjadi. Hingga akhirnya sayapun memutuskan untuk menelepon orang rumah, keluarga, guna membawa memantau untuk menelepon nomer HP saya yang hilang. Pikiran sayapun melayang, memutar memori 2 tahun belakangan, dimana semua foto, video, data dan text yang terekam di handphone tersebut belum saya back up sama sekali. Teringat seluruh chat yang tak jarang berulang kali saya baca sebagai moodbooster ketika saya lagi down. Teringat berbagai macam pesan, yang selalu bisa memotivasi saya ketika saya stuck dalam mengerjakan sesuatu, teringat segala files penting yang dikirimkan dari berbagai orang penting kepada saya, galeri dan video yang tidak mungkin bisa terulang dalam hidup saya. Oooo… GOD, disaat itulah saya hanya bisa diam, hanya bisa diam, dan mencoba memutar kembali ke scene sebelum kejadian terjadi, mulai pemikiran sayapun berandai-andai, andai tidak ini dan andai tidak itu. Namun, saya yakin semua demi memberikan saya pelajaran dan pengalaman.
Lima hari berlalu, akhirnya semangat sayapun semakin surut, keyakinan sayapun sepertinya mulai memudar untuk menemukan handphone saya kembali. Rasa-rasanya hanya tersisa 1% untuk dapat berjumpa dan menemukan kembali HP yang telah hilang. Di hari ketiga, sesaat saya pulang ke Ambon, saya mencoba tetap berpikir positif untuk menemukan handphone tersebut. Pergi menanyakan ke JCO langsung dan berbicara dengan manager nya untuk mengecek cc tv. Namun sayang, ternyata tidak bisa langsung akses untuk melihat cctv nya karena harus request ke pusat dan ijin untuk melihat rekaman cctv nya. Sayapun mulai berpikiran, jika HP tersebut telah terjual, maka tempat yang paling mungkin saya temui adalah melihat di toko-toko tempat jual beli HP bekas, hampir seluruh toko pun saya cek dan tanyakan. Tapi hasilnya nihil, HP dengan tipe IphoneSE pun tidak tersedia, tidak ada yang menjualnya.
Hari keempat, semangat saya menjadi lebih surut, ketika hampir setiap jam saya mengecek posisi HP melalui pelacakan find my iphone dan keadaan HP nya offline. Semakin surut hingga membuat saya lupa bahwa pentingnya barang tersebut ketika telah kehilangan. Pagi berikutnya, 17 Agustus 2018, kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-73. Saking paniknya dan lupa, setiap pagi saya selalu melihat ke meja, tempat dimana HP saya berada. Namun di meja itu menjadi kosong. Iya, tidak ada alat telekomunikasi tercanggih yang pernah saya punya. Membuat saya, kembali melakukan percobaan dengan track melalui berbagai aplikasi, hingga melacak IMEI. Namun, lagi-lagi bak selembar kertas kosong, tidak ada hasilnya. Mulai menyadari bahwa memang kesempatan HP tersebut kembali tidak lebih dari 5%, sayapun memutuskan untuk pergi ke grapari telkomsel untuk mengurus nomer HP saya. Sesampainya di Grapari Tsel sayapun lupa, hari ini hari libur nasional dan kantornya pun tutup.
Ditengah kebingungan, saya memutuskan untuk berjalan kaki, tidak memiliki tujuan. Tetap berjalan walau tanpa arah, hingga kurang lebih 1.5 kilo meter, sayapun memutuskan untuk sarapan bubur. Tempatnya ramai, ah banyak anak kecil dijalanan. Nampaknya baru pulang sekolah dari upacara 17 Agustus-an. Terdengar suara keras melalui corong suara, toa, yang digunakan oleh seorang pemuda berumur 20an tahun, meneriaki nama-nama. Ah, ternyata perlombaan 17 Agustus an untuk anak-anak di kampung setempat. Menikmati suasana tersebut, buburpun saya habiskan, membayar dan berdiri dipinggi jalan. Lama saya berdiri, menyaksikan pertandingan dan ramainya semangat anak-anak kecil berlomba, memakan kerupuk, bermain futsal dan kelereng dalam sendok, lupa sejenak dengan handphone yang telah hilang. Sempat menghubungi kawan saya di Brawijaya, sayapun mengabarkan bahwa sementara waktu saya menggunakan nomer kantor, karena nomer pribadi saya tidak dapat digunakan dan HP nya hilang. Beliau turut prihatin dan menanyakan bagaimana kejadian berlangsung, kembali lagi, saya menjelaskan.
Hari keenam, sepertinya berat memang menerima kenyataan untuk kehilangan sesuatu yang memberikan kontribusi besar terhadap hubungan komunikasi, produktifitas kegiatan sekaligus sarana hiburan. 18 Agustus 2018, akhirnya hari ini sayapun mengabarkan kembali kepada orang tua saya, bahwa memang kemungkinan untuk ditemukannya kembali HP tersebut adalah 1%. Mama saya bilang, ini adalah pembelajaran yang besar, intinya petik sisi positif dan pengalaman untuk masa yang akan datang. Well, then, saya memutuskan untuk pergi kembali ke grapari untuk mengaktifkan dan meminta nomer HP yang sama. Alhamdulillah, setelah menunggu nomer antrian 6610, sayapun menghadap teller dan menceritakan kejadian bagaimana nomor tersebut hilang. Paskah membayar lima puluh ribu rupiah, saya mendapatkan nomor yang sama. Meskipun bingung setelah mendapatkan nomor yang sama akan saya apakan nomor nya, karena tidak ada HP nya. Kembali keluar dari grapari, sayapun menuju ke kantor polisi, untuk melaporkan kehilangan. Tapi hasilnya nihil, karena kehilangan tersebut adalah akibat dari kelalaian saya secara pribadi.
Berat dan mungkin kebohongan jika saya tuliskan, saya telah megikhlaskan HP saya hilang dan menerima kejadian tersebut. Namun, faktanya suka tidak suka, HP tersebut telah hilang, mungkin memang harusnya demikian, mungkin juga mengajarkan saya untuk lebih waspada, mawas diri dan belajar move on. Semoga yang menemukan HP saya mendapatkan manfaat dari HP yang telah ditemukan, digunakan dengan bijaksana. Aaamiin. Terima kasih atas pembelajarannya Ya ALLAH, saya yakin Engkau memang masih sangat menyayangi hamba hingga peringatan harus dibuat :). Hal ini menjadikan Ambon sebagai kota tempat saya kehilangan HP, tempat saya berpindah tempat tinggal lebih dari 3x, hingga membuat saya sakit melebihi rekor kesehatan saya selama 26 tahun terakhir, tentunya juga menjadikan tempat saya belajar berbagai hal.
In memorial, Iphone SE Grey 64GB, Agustin Capriati.