Berpergian dengan menggunakan pesawat mungkin menjadi sarana transportasi yang tidak menyenangkan bagi mereka yang berpergian dengan membawa alat-alat yang tidak umum. Alat yang dimaksud mungkin berupa sediment core, ekman grab, YSI, bahkan hingga loggers. Selain memang alat-alat tersebut berat massanya juga bentuknya yang tidak umum tak jarang menambah kecurigaan petugas bandara. Pengalaman langsung saya alami, setahun empat bulan yang lalu. Kala itu saya akan melakukan penelitian di Misool, Raja Ampat dengan membawa beberapa alat yang tidak umum (bagi masyarakat) yakni YSI dan loggers.
Proses pengemasan alat-alat penelitian sudah rapih dan dikemas sedemikian rupa. Terbalut dengan bubble rap juga dengan kain guna menghindari kejadian yang tidak diinginkan seperti alat tidak berfungsi saat fieldwork. Waktu itu penerbangan saya dari Belanda ke Indonesia. Awalnya saya request untuk mendapatkan tiket direct flight ke Indonesia, namun apa daya grant yang terbatas membuat saya harus pintar mengalokasikan dana untuk hal-hal yang benar dibutuhkan. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli tiket lain dengan transit di Doha.
Sesaat memasuki check in counter di bandara Schipol, petugas bandarapun sudah bertanya kepada saya. Alat apa yang saya bawa dan harusnya saya masukkan semuanya kedalam bagasi tidak untuk dibawa ke kabin. Namun, setelah saya menjelaskan secara spesifik alat dan fungsinya serta sebaiknya saya membawa ke kabin alat tersebut agar tidak terlalu banyak goncangan, petugas airport pun mengerti dan memahami kondisi tersebut. Alhamdulillah setelah melakukan check in hingga boarding sayapun aman melenggang hingga duduk dengan nyaman di pesawat.
Tujuh jam lebih berselang, sayapun tiba dan mendarat di bandara Internasional Doha. Menunggu antrian penumpang untuk keluar pesawat yang terhubung dengan garbaretanya untuk transit. Namun, tidak seperti penerbangan domestik di Indonesia, proses transit dengan berbeda negara memang mewajibkan setiap penumpang untuk antri lagi dan melewati imigrasi. Hal unik mulai terjadi, saat melewati scanner, sayapun diberhentikan oleh petugas bandara Doho. Berbahasa Inggris dengan logat arab yang kental saya mencoba menyimak dengan seksama pertanyaan beliau. Beliau menanyakan benda apa yang saya bawa, untuk keperluan apa, dari mana hendak kemana. Tak lama kemudian petugas wanita menggeledah tas punggung yang saya bawa, juga meminta saya untuk membuka case loggers.
Agak takut-takut wajah beliau ketika saya membuka case loggers nya. Dilihatnya benda tersebut, dipegang dan diselidikinya pelan-pelan. Sayapun mulai menjelaskan bahwasanya alat tersebut akan saya gunakan untuk penelitian yang berfungsi untuk ini dan itu. Namun sepertinya ketika saya menjelaskan Logger DO yang mana singkatan dari dissolved oxygen, beliau mulai mengernyit. Sayapun agak bingung, saya jelaskan lagi fungsinya. Sayapun diminta untuk menunggu lagi, tak lama berselang petugas lainnya pun datang. Menanyakan hal yang sama kepada saya, saya tetap menjelaskan hal-hal yang sama, menyebutkan nama dan fungsi alat-alat yang saya bawa.
Ternyata oooo ternyata, apa yang saya jelaskan membuat keduanya saling beradu argumen. Tidak begitu jelas memang apa yang beliau berdua bicarakan, karena bahasa yang digunakan tidak saya mengerti. Namun, nampak jelas dari ekspresi dan air wajah, keduanya sedang bersiteru antara mengijinkan saya lewat atau menahan barang bawaan saya. Harap-harap cemas, sayapun pasrah dan berdoa saja semoga bisa lewat dari imigrasi. Alhamdulillah setelah lebih dari 20an menit saya menunggu, sayapun diperbolehkan oleh petugas untuk melewati imigrasi. Fyuuuh,,, cukup panjang.
Begitulah sedikit pengalaman saya membawa alat-alat penelitian yang tidak umum dilihat oleh masyarakat. Well, alhamdulillah semuanya berjalan lancar, penelitian saya selesai dan ini saya jadikan tulisan semata sebagai pengingat dimasa yang akan datang. Berikut adalah alat yang saya bawa a.k.a. loggers.