Memaknai teori relativitas secara luas


Jika mendengar tentang teori relativitas, pastilah kebanyakan dari kita sudah membayangkan hal-hal yang serius, berbau sains dan juga tidak santai. Iya,,,teori ini memang erat kaitannya dan dikenal secara umum tentang gerak suatu benda itu relatif tergantung dari pengamatnya, juga kerap akrab sekali dengan identitas seorang Einsten. Hm,,, saya membayangkan untuk menyederhanakan pola pikir tentang teori relativitas. Menurut saya, dikehidupan sehari-hari kita sangat dekat sekali dengan kata relatif yang mengandung makna bahwa semua dinilai dari sudut pandang mana kita menimbang dan mempererat pendapat. Acap kali orang bilang, “ya, itulah relatif”. Nah secara tidak sadar kita bisa memaknai hal ini dengan teori relatifitas.

Secara luas pandangan-pandangan tentang teori ini juga bisa di nilai untuk melihat lebih dalam lagi beberapa fenomena yang ada di Indonesia. Seperti, Jakarta macet karena banyaknya jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan jumlah jalan yang ada, atau kuantitas kendaraan lebih banyak daripada kuantitas jalannya, atau ada juga yang menilai bahwasanya kemacetan di Jakarta terjadi karena ada beberapa jalan yang menjadi titik kepadatan namun kualitas jalan yang ada tidak begitu bagus dan tidak ada sarana transportasi publik yang memadai.

Nah, ini bisa kita lihat jika ditimbang dari sudut pandang seorang pengguna transportasi publik. Namun, jika kita maknai juga dengan seksama dari petugas lalu lintas yang mungkin menyatakan pendapatnya yaitu Jakarta macet karena banyak sekali pengendara baik motor ataupun mobil yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Seperti, jalan yang seharusnya tidak boleh melakukan putar balik malah digunakan untuk putar balik karena dirasa oleh pengendara agar lebih cepat, atau tempat yang tidak seharusnya digunakan untuk parkir malah dipadati dengan jejeran kendaraan yang berjeres rapih dilengkapi dengan tukang parkirnya. Kedua pendapat tersebut tentunya sudah menunjukkan dua pendapat yang berbeda, pendapat tentang kenapa Jakarta macet sudah terlihat berbeda secara relatif.

Saya berikan contoh berikutnya yakni bagi pedagang kaki lima atau orang yang kerap kali menjajakan barang jualannya di jalan-jalan raya. Mereka mungkin akan memiliki pendapat yang berbeda lagi, seperti jalanan Jakarta macet karena banyak orang kaya yang belagu tidak mau menggunakan transportasi publik. Sedangkan mereka mengendarai mobil mereka sendiri yang isinya hanya satu orang. Sekarang saya ingin menanyakan kepada kawan-kawan semua para pembaca, apakah sudah terpikirkan dengan tingkat relatifitas yang saya maksud. Jadi, semua itu bergantung dari sisi mana kita ingin berada dan mengambil posisi untuk pendapat yang didukung. Sederhana bukan untuk memandang teori relatifitas.

Leave a Reply