Pengalaman Kerja Pertama #interpreter #CDI #WUR #MMAF #Part2

Hari pertama, 14 Desember 2015.

Sempat kagok untuk menerjemahkan Bahasa Inggris menjadi Bahasa Indonesia dan sebaliknya, tidak hanya menerjemahkan arti nya. Namun bahasan secara akademik kadang juga tak mampu saya terjemahkan ke dalam istilah Bahasa Indonesia dikarenakan ada beberapa kata dalam Bahasa Indonesia memang sudah menjadi kata terapan. Berbicara tentang hari pertama, saya merasa mendapatkan pengalaman yang super menguntungkan. Pertama, saya belajar untuk memahami materi yang disampaikan. Kedua, menerjemahkan apa yang pemateri sampaikan membuat tingkat konsentrasi saya harus 100% otherwise  beberapa poin yang penting terlewatkan. Peter, selaku koordinator dan pemberi materi cukup dan sangat membantu. Selain beliau memerhatikan apa yang saya terjemahkan juga beliau memberikan semangat dan mengapresiasi hasil usaha saya yang tidak jarang terbata-bata.  Ketiga, kenal dan mengenal orang-orang dari Center for Development and Innovation (CDI) merupakan keuntungan ganda karena dengan demikian saya mengetahui sistem kerja CDI dan pihak CDI kenal dengan saya. Ke-empat, mengenal orang-orang  penting dari Indonesia termasuk beliau-beliau yang mempunyai jabatan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lingga, Maluku, NGO RARE dan lainnya. Suatu kesempatan yang tidak banyak orang dapatkan dengan mengenal beliau-beliau sekaligus dalam waktu dan acara yang bersamaan. Alhamdulillah hari pertama, kesan dengan Peter sebagai pihak CDI dan/atau pun pihak peserta pelatihan cukup bagus.

Hari kedua, 15 Desember 2015
Hari kedua saya catat besar di halaman depan buku saya, “Semangat Bekerja, Bekerja untuk yang Terbaik”. Kalimat tersebut yang membuat saya tidak bisa fokus juga mengerjakan tugas mata kuliah. Namun kalimat itu pula lah yang membuat saya semangat membaca materi semalam sebelum hari H kemudian mencari informasi sebagai materi tambahan dan sebagai amunisi  jika ada beberapa kalimat cerita ataupun istilah dari pemberi materi agar bisa disampaikan dengan baik ketika saya terjemahkan. Hari kedua membahas tentang Pendekatan Manajemen Perikanan yang berbasis Ekosistem. Materi ini memang sudah kerap saya dengar ketika di bangku kuliah S1. Namun untuk lebih dalam saya juga kurang memahami. Hari kedua saya mulai sedikit terbiasa dan mulai menemukan irama dari Peter selaku pemberi materi dan para peserta. Siang hari nya, materi mengenai sektor perikanan di Belanda. Ternyata perikanan di Belanda menurut saya sedikit rumit karena mereka mempunyai sedikit wilayah fishing ground  kemudian di North Sea itu pun dibagi wilayahnya antar anggota negara-negara Uni Eropa seperti Jerman, Belgia, Denmark, Swedia dan lain-lain. Tentunya sistem nya tidak mudah! Namun hebatnya adalah meskipun demikian setiap negara mematuhi apa yang menjadi keputusan bersama saat rapat ICES yang merupakan intergovermental organisation in the world concerned with marine and fisheries science. Pertemuan ICES inilah yang banyak mengatur tentan hak dan kewajiban oleh negara-negara Uni Eropa dan yang lain. Norwegia, ternyata tidak termasuk ke dalam Uni Eropa (UE) dikarenakan beberapa hal dua diantaranya yaitu, Norwegia berpendapat jika di atur atau bergabung dengan UE sistem perikanan yang mereka punya sudah lebih bagus dan begitu pula dengan sektor pertanian. Kemudian materi selanjutnya yaitu tentang IMARES yang berada di Yerseka di Provinsi Zeeland, Belanda bagian selatan dekat dengan laut. Pada tahun 1953 di Zeeland terjadi musibah banjir yang besar. Kemudian orang-orang Belanda kembali membangun dam dan/atau tanggul untuk mengatur sedemikian rupa agar jika permukaan air naik maka aliran air tersebut di tutup sehingga tidak berdampak banjir ke rumah-rumah penduduk.

Hari ketiga, 16 Desember 2015
Hari ketiga di agendakan dengan kunjungan ke IMARES Yerseke yang terletak di Provinsi Zeeland, Belanda bagian selatan. Berangkat pukul 08.00 dari Wageningen tiba di Zeeland sekitar pukul 9.47am. Prof. Smaal menyampaikan materi tentang apa yang dikerjakan beliau di IMARES terkait penelitian dengan mussel (remis) dan oyster (tiram). Penelitian disini saya akui memang sangat detail dan asumsi yang mereka buat pun sungguh-sungguh berdasarkan nilai-nilai apa yang ditemukan dilapangan. Sistem budidaya remis ada beberapa diantara melalui sistem penggunaan rope jenis tali tambang (mungkin) yang di biarkan tergantung di kolom air sebagai tempat mussel untuk menempel, habitatnya. Kemudian setelah cukup dewasa mussel tersebut di ambil untuk kemudian dipindahkan ke blok-blok yang telah ditentukan dan disebarkan di dasar laut karena pada hakitatnya mussel adalah jenis filter feeder dengan asupan nutrient-nutrient di seabed.  Ternyata berdasarkan paparan dari Prof. Smaal pihak IMARES meneliti selama beberapa periode waktu terkait dampak yang disebabkan oleh budidaya mussel terhadap lingkungan dan biodiversitas. Beberapa pihak NGO melakukan protes dan menggiring opini publik bahwa dengan adanya budidaya mussel ini berdampak buruk bagi beberapa spesies lainnya terutama burung laut. Sehingga IMARES menyelidiki dan melakukan penelitian. Kemudian dihubungkan dengan waktu penangkapan atau panen mussel yaitu pada autumn dan spring. Berdasakan hasil penelitian ini ternyata budidaya mussel tidak berdampak buruk malah sebaliknya dengan adanya budidaya mussel ditemukan jumlah spesies yang berasosiasi lebih banyak dengan tempat yang tidak ada budidaya mussel. Kemudian yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menghubungkan antara pendekatan ekosistem yang menguntungkan semua pihak termasuk sosial dan ekonomi masyarakat. Hebatnya disini adalah institusi seperti IMARES yang bersifat independen melakukan penelitian dan memaparkan keadaan yang sebenarnya kemudian hasil dari penelitian tersebut lah yang dijadikan sebagai saran untuk pemerintah. Kemudian selebihnya terserah pemerintah yang akan menentukan atau mengambil kebijakan sesuai dengan fakta, data, dan analisa yang terbaik yang peneliti bisa berikan.

WP_20151216_12_24_00_Pro - CopyYerseke akrab dan terkenal dengan budidaya mussel (remis) dan oyster (tiram). Ada delapan perusahan mussel terbesar di Belanda yang mampu memproduksi beberapa ton mussel dalam setahun. Salah satu perusahaan tersebut adalah Prins Dingemanse. Perusahaan ini beroperasi secara efektif, tidak lebih dari 80 pekerja dalam perusahaan besar mulai dari manager, penangkap mussel di kapal, engineering, hingga ke distributor. Tentunya jumlah yang sangat efisien menurut saya. Hari itu saya hanya melihat sekitar 6 orang yang mengerjakan mulai dari sistem pencucian atau pembersihan mussel hingga pengepakan untuk siap di distribusikan.

WP_20151216_13_49_38_Pro

Sekitar 80% mussel yang diproduksi kemudian di ekspor ke Belgia dan negara-negara sekitarnya. Kemudian, Yerseke juga terkenal dengan budidaya tiram. Tiram disini ada dua macam yaitu jenis pipih dan Japanese. Jenis tiram pipih merupakan jenis tiram yang dikenal dengan asli tiram belanda. Kemudian pada tahun 90an terjadi musibah sehingga budidaya tiram ini mengalami banyak kerugian dan mulai kolaps. Karena perusahaan budidaya jenis tiram ini banyak skala kecil sehingga tidak mampu bertahan untuk budidaya tiram pipih ini kembali. Hanya perusahaan besar saja yang mampu bertahan. Kemudian dikenalkanlah budidaya tiram Japanese yang ternyata mampu berkembang lebih cepat. Jika tiram pipih asli Belanda baru bisa di produksi setelah umur 3 sampai 4 tahun. Tiram Japanese ini bisa diproduksi umur 2-3 tahun. Awal mulanya Japanese tiram berkembang pesat. Namun jika dilihat dari sisi harga pun tiram pipih seharga 1.5 euro setiap tiramnya dan tiram Jepang hanya 0.5 euro. Kemudian kami berkunjung melihat budidaya tiram pipih. Bentuknya pun berbeda antara tiram pipih dan tiram Jepang. Melihat perbedaan bentuknya dan mendengarkan beberapa penjelasan dari guide kami.

Hari ke-empat, 17 Desember 2015.
Setelah melakukan kunjungan ke Yerseke, hari keempat diagendakan dengan materi di kelas lagi dengan beberapa bahasan tentang perbandingan sistem yang ada di Indonesia dengan Belanda yang disampaikan oleh salah satu perwakilan peserta Indonesia dan Peter dari Belanda. Well done, saya belajar banyak sekali mengenai sistem yang ada di negeri saya sendiri dan negeri tempat saya belajar. Sistem nya memang banyak berbeda namun hal yang baik menurut saya patutlah untuk dicontoh. Siang harinya, Perwakilan dari Kementerian Ekonomi di Belanda bidang Perikanan, Mrs. Kersbergen memaparkan tentang kebijakan yang ada di Belanda yang menjadi isu terbaru yaitu tentang kebijakan landing obligation yang bertujuan untuk meningkatkan selektifitas dari alat tangkap dengan tidak membuang kembali ikan yang bukan menjadi target penangkapan ke laut. Dikeranakan ikan ini (discard) berkemungkinan besar juga akan mati di laut. Kebijakan ini dimaksudnya agar nelayan hanya melakukan penangkapan spesies tertentu yang bisa dijual ke pasar. Kebijakan ini baru diterapkan tahun 2015 yang mewajibkan nelayan untuk mendaratkan semua ikan yang ditangkap ke auction atau Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Ikan-ikan yang tidak sesuai dengan ukuran yang seharusnya boleh ditangkap akan dihitung sebagai poin pelanggaran yang kemudian akan diakumulasikan jika nilai nya melampaui nilai yang ditentukan akan dikenakan sanksi berupa tidak boleh melakukan penangkapan selama beberapa minggu hingga pencabutan lisensi (ijin) melakukan penangkapan.

12356948_10201344359406730_7119666945265935945_o

Tentunya kebijakan ini tidak mudah diterima oleh nelayan, karena nelayan yang melakukan penangkapan ikan mendapatkan kuota tertentu sehingga jika semua ikan yang bukan merupakan target penangkapan ikan didaratkan juga maka mereka kehilangan kesempatan untuk mengumpulkan ikan yang menjadi tujuan penangkapan dengan kuota maksimal. Sebagai dampaknya para nelayan tidak memperoleh banyak keuntungan. Namun, peraturan tetap peraturan pada yang harus diterapkan. Di akhir perbincangan dengan Mrs. Kersbergen  menunjukkan video yang di upload oleh nelayan tentang ikan yang merupakan bukan target tangkapan mereka masih segar dan hidup dengan asumsi jika dikembalikan de laut akan tetap hidup.

Hari kelima, 18 Desember 2015
Hari kelima adalah kunjungan ke IMARES yang berada di Ijmuiden, salah satu pelabuhan tempat pendaratan ikan di Belanda. Ijmuiden letaknya di tengah Belanda, satu garis lurus juga dengan Amsterdam atau airport Schipol dekat dengan pesisir. Kami berangkat pukul 7.30am dari Wageningen dan sampai sekitar pukul 9.35am di Ijmuiden. Kemudian saya dan Peter langsung menuju kantor IMARES dan para rombongan peserta melihat di sekitar pelabuhan tempat kapal-kapal berjejer. Setelahnya saya dan Peter bergabung dengan rombongan untuk melihat-lihat keadaan sekitar pelabuhan dan mempelajari beberapa aspek yang bisa dipelajari seperti penggunaan trawl  dengan inovasi teknologi dengan sistem pulse atau kejutan listrik. Trawl merupakan alat tangkap yang beroperasi di dasar laut yang sebenarnya berdampak buruk terhadap dasar laut juga dengan spesies ikan lainnya karena alat tangkap ini mengeruk dasar. Namun dengan teknologi yang digunakan berupa pulse dan juga bentuk sayap yang dimodifikasi seperti sayap pesawat terbang sehingga mampu meminimalkan efek negatif.

WP_20151218_09_43_41_Pro
Selanjutnya kami telah disambut oleh Nielts yang merupakan pemateri perwakilan dari IMARES yang akan mamaparkan materi tentang peran IMARES, apa yang dilakukan dan bagaimana penelitian yang ada. Well, for sure saya harus akui Nielts memaparkan materi dengan sangat clear dan memberikan stimulasi yang baik untuk antusiastik para peserta. Cara menyampaikan materi sangat flow dan mudah untuk diikuti namun tetap dengan nilai yang mendalam. Saya harus akui juga Nielts dengan usia yang masih muda terlihat sangat keren ketika menyampaikan materi yang saya yakin sangat ia kuasai. Peran IMARES dalam penelitian yaitu meneliti mulai dari single species, multi-species dan ekosistem. Kemudian terkait dengan kebijakan terbaru yang sebelumnya di sampaikan oleh Mrs. Kersbergen , landing obligation pihak IMARES juga melakukan penelitian dengan alat tangkap trawl yang telah di modifikasi melalui uji seberapa lama ikan yang telah ditangkap kemudian jika di release di laut mampu bertahan hidup. Penelitian ini dengan memberikan kontrol (tanpa proses sortir) dan ikan yang telah melalui beberapa proses sortir oleh nelayan. Hasilnya menujukkan bahwa ternyata setelah beberapa hari ikan yang melalui beberapa proses sortir oleh nelayan memiliki tingkat survival yang rendah dengan demikian maka kemungkinan besar walaupun ikan tersebut di release kembali beberapa hari kemudian ikan tersebut akan mati juga. Penelitian yang dilakukan beragam sesuai dengan objek nya baik itu single atau multi species serta tingkat ekosistem. Pendekatan dan model yang dilakukan juga berbeda pula. Selama beliau malakukan presentasi saya berpikir akan banyak hal yang saya refleksikan untuk Indonesia. Well done, tapi apa daya saya belum bisa melakukan apa-apa.

Kemudian selanjutnya setelah makan siang dan presentasi selesai kami diperkenalkan dengan sistem yang ada untuk menjadi peneliti di IMARES bahwa ada tes tertentu yang dilakukan setiap hari untuk terkait dengan asumsi untuk mengukur ikan baik itu panjang, berat maupun jenis ikan. Hasil dari tes inilah yang kemudian diakumulasikan sehingga nilai yang terbaik adalah mereka (para peneliti) yang berhak terjun ke lapangan dengan harapan di lapang data yang didapat adalah data yang akurat dan teruji baik. Kami dipandu untuk mengunjungi laboratorium yang ada, kemudian materi di lab meliputi tentang otolit (tulang telinga) yang dapat digunakan sebagai perhitungan umur ikan, ditujukan untuk memprediksi jumlah atau stok biomassa ikan yang ada di laut. Seorang laboran melakukan tugasnya dengan sangat cekatan, beliau tahu persis dimana bisa menemukan otolit ikan sole hanya dengan sekali potong ikan dan bertemulah yang namanya otolit.

Setelah mendapatkan otolit kemudian otolit tersebut di jejerkan ke polyester yang telah dilumuri oleh lem sehingga otolit bisa menempel sesuai dengan garis yang telah ditentukan. Kemudian di lakukan proses pemotongan dengan mesin tertentu dan diamati dibawah mikroskop perhitungan umur untuk ikan yang bersangkutan. Untuk menguji hasil dari perkiraan umur ikan ini, kemudian negara-negara UE yang terlibat berkumpul dalam ICES untuk kemudian saling membandingkan data dan menyetujui umur ikan. Hal ini tidaklah mudah, karena jika melesat satu atau dua tahun lebih mudah umur ikannya maka akan berdampak pada ketidaktepatan asumsi jumlah ikan yang ada di laut juga dengan ukurannya. Well, saya sangat beruntung mengetahui dan melihat secara langsung serta mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang yang terjun langsung terhadap penelitian, pengambil kebijakan dan nelayan.

Hari ke-enam, 19 Desember 2015
Hari liburan :), city tour di Belanda kurang lebih bisa disebut begitu. Kami mengunjungi Zaanse schans tempat pembuatan sepatu kayu dan pembuatan keju. Well, sepatu kayu digunakan oleh petani belanda untuk menghindari baik musim dingin ataupun panas. Kayu yang digunakan adalah jenis kayu popular, mungkin sejenis kayu sengon kalau di Indonesia tapi saya tidak begitu yakin. Kayu ini mudah untuk dipotong-potong dan memiliki kadang air yang cukup banyak. Kami di demonstrasikan bagaimana caranya membuat sepatu kayu yang baru bisa digunakan setelah satu atau dua tahun (proses pengeringannya) kalau saya tidak salah ingat. Kemudian sepatu-sepatu ini biasanya ukurannya besar-besar karena dipakai dengan kaos kaki yang tebal, paling tidak ukurannya menyisakan space satu jari kita. Well selanjutnya yaitu proses pembuatan keju, keju dibuat dari susu yang kemudian difermentasi dan diberikan garam serta didiamkan dalam jangka waktu tertentu. Keju disini dibuat dari susu sapi ataupun kambing. Kemudian ada juga keju muda yang berumur 2-3 bulan yang jika dipegang masih sedikit lembut atau misal di Indonesia ukuran keju bungkus biru dengan gambar sapi. Ada pula keju yang telah 1 tahun lebih sangat keras, sehingga harus di iris atau diserut dengan alat tertentu. Smoke cheese juga merupakan keju yang terkenal enaknya. Saat memasuki tempat keju saya mencicipi semua jenis keju yang disediakan,,, selain penasaran dengan perbedaan rasa juga keuntungan tersendiri karena tester tidak membayar. Memang Smoke cheese menurut saya yang paling enak. Setelah dari zaanse schans kami melanjutkan perjalanan ke Amsterdam, canal cruise disana dan setelahnya alhamdulillah tunailah tugas saya.

WP_20151219_10_48_05_Pro

WP_20151219_11_01_29_Pro

Hari ini saya tutup dengan bertemu dengan kawan-kawan untuk melihat light festival bersama.

WP_20151219_17_17_36_Pro

Leave a Reply