Perjalanan pulang hingga Papua

Saya akan tuliskan hari per hari kisah perjalanan penelitian lapang saya yang sangat menyenangkan, alhamdulillah. Namun, kali ini tesis saya membutuhkan perhatian khusus dan urgently yang lebih daripada penulisan untuk posting (akan di posting setelah bulan Agustus, inshaALLAH). Kali ini saya akan posting perjalanan awal pulang ke Indonesia dan sampai di Papua.

Pada 28 April 2017 berangkat dari Amsterdam dan tiba di tanah air pada tanggal 29 April 2017. Pulang kali ini cukup menantang memang, saya membawa hampir seluruh alat-alat penelitian yang saya butuhkan dari kampus, tidak mau mengulang perjalanan mencari alat seperti di tesis saya yang pertama. Sesampainya di tanah air, saya landing di Jakarta. Seperti biasa di airport saya bertemu dengan Sang Tapir dan juga beberapa teman lainnya. Janjian makan malam bersama dengan Uwi, Ochi, Laras, Dewi dan Mba Nurma. Iya makan malam ini saya rapel menjadi makan malam untuk ajang reunian kecil-kecilan bersama kawan-kawan SMA, kuliah dan EMBRIO.

Keesokan harinya saya ke Bogor untuk bertemu dengan Arif, mahasiswa angkatan 2011 IK UB untuk mengambil titipan atau barang yang saya juga perlukan untuk penelitian. Tidak lupa, saya juga menyempatkan diri untuk makan siang bersama di warung lalapan lele terbang bersama Arif dan Made. Setelahnya dari Bogor saya kembali ke Jakarta, banyak obrolan apakah saya tidak jetlag atau capek setelah penerbangan yang memakan waktu kurang lebih 13 jam total tanpa di potong-potong transit.

Keesokan harinya tanggal 1 Mei 2017, pesawat akan mengantarkan saya menginjakkan kaki ke tanah paling ujung Indonesia Raya, yakni Papua. Well, perjalanan ke Papua juga melebihi perjalanan Amsterdam-Jakarta, bagaimana tidak, berangkat tanggal 1 Mei 2017 sampai di Papua/Sorong tanggal 2 Mei 2017. Hehehe,,, memang perjalanannya cukup panjang, kalau di total mungkin hampir 4 jam perjalanan pesawat non-stop bak perjalanan Jakarta-Hanoi saja. Transit di Makassar saya bertemu dengan rekan penelitian saya, bertemu di Makassar sekitar pukul 2.30 pagi, kami kemudian menunggu pesawat untuk menuju Sorong.

Sesampainya di Sorong, sekitar pukul 7 pagi. Beberapa supir taksi telah sibuk menawarkan kami jasa taksi mereka, namun saya berlaga seperti tidak membutuhkan taksi. Selepas menghubungi pihak hotel yang hanya berjarak mungkin 200 meter dari bandara dengan jasa jemputan. Berkali-kali telpon berbunyi, akhirnya di jawab juga telpon saya oleh sang resepsionis. “selamat pagi, Je Meridien Hotel, ada yang bisa kami bantu”, begitu salam pembuka pertama yang saya dengar, sigap saya menjawab, “Selamat pagi, saya Agustin sudah melakukan reservasi room untuk dua orang pada hari ini, dan ingin menanyakan mengenai fasilitas penjemputan”. Di seberang kabel telepon sang resepsionis menjawab, “mohon maaf tidak bisa menfasilitasi untuk fasilitas penjemputan”. Well, alhasil dengan menimbang-nimbang dan melihat dengan seksama supir taksi yang menawarkan jasanya. Saya menjatuhkan pilihan dan menanyakan harga untuk ke hotel yang berjarak tak lebih dari 200 meter dari airport. Saat menanyakan harga beliau menjawab, seratus ribu, namun saya tanyakan kembali, hotel saya di depan sana pak, sembari menunjukkan tanda Je Meridien Hotel yang terlihat memang dari mulut pintu bandara. Alhasil hasil tawar menawar saya jatuh di 75rb. Dalam hati saya sangat senang, hal jarang terjadi dalam hidup saya jika saya menawar dan berhasil turun harganya 😀

Sesampainya di Je Meridien, kami langsung menuju meja resepsionis dan melakukan check-in tentunya petugas hotel terlihat bingung dengan barang bawaan kami yang seabrak, namun hanya dua orang. Kami yang awalnya sudah merencanakan hari ini untuk segera berbelanja kebutuhan lainnya, akhirnya memutuskan untuk tidur barang waktu satuan jam untuk melepas kantuk dari pesawat yang jadwalnya dini hari. Alhasil setelah istirahat kami mencari makan siang, kali ini kami tidak tahu makanan apa yang akan kami temui, berjalan saya di sekitar hotel ke arah barat hotel akhirnya kami menemukan warung yang posisi nya cukup jauh dari badan jalan (bagus karena tidak telalu banyak debu yang mampir). Warung Padang, ditemani dengan sebotol air minum, haus dan lapar kami pun hilang.

 

Leave a Reply