2 tesis di WUR dalam 1 tahun, kenapa tidak??? #2

Penanda-tanganan kontrak tesis saya diiringi dengan pertanyaan tentang grade yang saya harapkan dari tesis saya. Beliau bilang, “mau lulus cum-laude?” dan saya tersenyum sebentar sembari menjawab, “all my best“. Lalu beliau menyambung kembali, “it’s not easy to get 9“. Saya kembali tersenyum dan beliau pun demikian (tapi wajah beliau menyiratkan bahwa why not, jika memang kamu bisa). Setidaknya itu yang saya rasa. Kemudian proposal saya kerjakan dalam waktu dua minggu, versi ngebut sekali dan saya kumpulkan kepada beliau dan you know, keesokan hari nya saya langsung mendapatkan feedback dari beliau dengan setiap kalimat bertinta merah. Saya jadi teringat pertama kali saya menulis dalam mengikuti lomba karya tulis ilmiah di waktu SMA, juga hal yang sama terjadi.

Antara senang dan sedih rasanya, sedih karena mungkin tandanya saya kurang belajar dari pengalaman, senang karena artinya beliau memeriksa apa yang saya kerjakan. Namun, saya berpikir kembali tentunya tidak boleh sedih, karena ini beda stage, beda fase dan beda case nya. Sehingga jikapun banyaknya kesalahan dalam tulisan mungkin bisa ditoleran. Singkat ceritanya, ketika semua orang pada liburan summer saya berkutik dengan tesis dan mempersiapkan untuk presentasi.

Ditentukanlah bahwa saya akan presentasi proposal tesis (1) saya pada 16 Agustus 2016. Ingat betul kala itu, beliau menawarkan untuk bertemu sehari sebelumnya, agar bisa beliau cek power point yang sudah saya bikin. Senin, 15 Agustus 2017, sekitar pukul 4 sore kami bertemu di ruangan yang akan digunakan sebagai ruangan presentasi besok. Beliau melihat power point yang sudah saya bikin, dan saya menawarkan bagaimana kalau saya latihan langsung dengan power point nya. “Yea, that would be great“, jawab beliau. Akhirnya 15 menit berlalu beliau mendengarkan dengan seksama.

Kalimat bertama yang beliau utarakan “breathe Agustin“, power point mu sudah bagus sekali, akan tetapi penyampainmu terlalu cepat, mungkin nanti bisa coba lebih pelan-pelan dan kemudian beliau menunjukkan slide per slide perbaikan yang mungkin bisa saya lakukan. Beliau juga menambahkan, latihan lagi mungkin di depan cermin, saya juga sebelum menyampaikan materi atau konferensi, berkali-kali latihan (dalam hati saya malu juga nih kalau kurang latihan, beliau yang sudah berpengalaman saya latihan berkali-kali, lah saya? remah-remah roti, harusnya lebih giat lagi). Alhamdulillah, keesokan harinya, presentasi saya berjalan dengan lancar dan merdeka dari proses proposal dan seminar proposal tesis (1).

Pada 21 Agustus 2016 akhirnya saya terbang ke tanah air, kembali untuk menjalankan fieldwork (catatan harian tesis bisa dibaca disini). Akan tetapi, saya masih sempat mengikuti training kegiatan EMBRIO (bisa dibaca disini) hingga akhir bulan. Perjalanan fieldwork tesis pertama saya terbilang cukup menantang yang menjadikan saya banyak belajar, banyak sekali belajar. Mulai dari segi akomodasi, transportasi, makan, alat dan bahan dan hingga koordinasi. Kalau di ingat sekarang rasanya, wow,,,, alhamdulillah bisa terlewati dan diberikan nikmat kesempatan belajar dan dapat pengalaman sedemikian.

Setelah fieldwork saya selesai, saya kembali lagi ke negeri kincir angin, ke Desa Wageningen, pada 29 November 2016. Kemudian, sampailah saya di Wageningen pada 30 November 2016. Lalu, pada 2 September 2016 ada meeting dan saya juga hadir di meeting tersebut. Mendapatkan pelukan hangat dari supervisor dan selamat datang kembali “happy to having you back” dari beberapa mahasiswa PhD beliau legah rasanya, berasa malah tiba ke rumah sendiri. Alhamdulillah!

Lalu, sebelum meeting di mulai, obrolan singkat tentang fieldwork saya pun berlangsung. Berlanjut ke meeting akhirnya, kami membahas apa yang sudah kami kerjakan dalam seminggu terakhir dan apa yang akan kami lakukan seminggu ke depan. Jujur waktu itu, saya belum bisa banyak menjelaskan apa yang akan saya lakukan di satu minggu ke depan selain menata data untuk proses analisis. Menariknya, ketika saya menawarkan untuk proses analisis menggunakan program SPSS, supervisor saya meminta saya agar menggunakan program R. Dalam hati saya, program apa? R? sempat dengar mengenai program ini namun tidak pernah belajar. Tapi saya iya kan saja, karena saya yakin memang itu sesuai standar nya dalam scientific writing.

Well, berkelakar menyusun data dan semua supplementary data (species) yang saya amati, akhirnya baru memulai membuka dan belajar R pada 24 Desember 2016. Iya, proses mempersiapkan data tidak seperti yang saya perkirakan. Sibuk mencari orang yang mengerti dengan program R, bertanya kesana-kemari hingga akhirnya alhamdulillah ada salah seorang mahasiswa intake 2016 yang mengerti dan saya mulai belajar pelan-pelan proses berkenalan dengan R. Namun, ternyata karena memang tidak di bidang yang sama, kadang sulit menginterpretasikan apa yang saya mau dan apa yang bisa dikerjakan. Lalu, pertolongan ALLAH lagi-lagi datang, saya akhirnya dipertemukan dengan mahasiswa PhD yang kala itu baru saja menyelesaikan PhD nya dan beliau jago R beserta program lainnya.

Singkat cerita akhirnya tantangan mengenai per-R-an bisa dilewati, alhamdulillah. Selanjutnya adalah, konsultasi dengan supervisor saya mengenai apa yang sudah saya kerjakan dan submit tulisan saya di tesis ring (bisa dibaca disini). Wowww,, ternyata menulis tesis itu tidak sesimple proses satu halaman panduan menulis tesis, hahaha. Hari demi hari rasanya otak saya tidak berhenti bertanya bagaimana saya bisa menyelesaikan tesis ini dengan sebaik mungkin yang berimplikasi kepada senyuman dan bahagianya supervisor dan orang-orang lainnya. Nah, tesis pertama saya memang memakan waktu yang cukup lama, hingga akhirnya pada 14 Maret 2017 saya baru bisa menyelesaikan presentasi hasil tesis dan pada 18 April 2017 baru bisa sah lulus (evaluasi, bisa dibaca disini). Alhamdulillah tesis pertama selesai,

To be continued… (disini)

Leave a Reply